"Hanya karyawan perempuan yang sudah menikah dan telah bekerja lebih dari satu tahun yang bisa meminta tempat dalam jadwal perenacanaan kehamilan," demikian isi kebijakan yang dibagikan oleh manajemen sebuah institusi keuangan di Jiaozuo, provinsi Henan.
"Setelah izin hamil dan melahirkan diberikan, karyawan itu harus mengikuti rencana yang sudah ditetapkan. Barang siapa yang melanggar rencana yang sudah dibuat sehingga mengganggu proses kerja maka dia akan didena 1.000 yuan (sekitar Rp 2 juta)," masih isi kebijakan kontroversial itu.
Tak hanya mendapatkan hukuman denda, para pelanggar kebijakan juga akan kehilangan kesempatan mendapat promosi atau pengharaan. Selain itu, pemberian berbagai insentif dan bonus akhir tahun akan ditunda.
Situs berita The Portal mengunggah dokumen kebijakan perusahaan itu dan pihak manajemen koperasi telah mengakui adanya kebijakan tersebut. Namun, dia mengatakan yang dikirimkan kepada para karyawan adalah sebuah rancangan dan disebar untuk mengetahui reaksi karyawan.
Kabar ini memicu kecaman dari berbagai media di China. Bahkan media pemerintah China Youth Daily menyebut langkah tersebut sebagai sebuah kebijakan yang sangat aneh.
"Perusahaan itu tak menganggap karyawannya sebagai manusia. Perusahaan hanya menganggap karyawan sebagai bagian dari mesin produksi," demikian isi tajuk harian tersebut.
Intervesi pejabat atau atasan terhadap kehidupan pribadi seseorang sudah lama terjadi di China. Salah satunya adalah kebijakan satu anak yang diberlakukan sejak akhir 1970-an untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk.
Bahkan di masa pemerintahan Mao Zedong, para pekerja harus memita izin dari atasan mereka untuk berbagai kepentingan pribadi, termasuk saat akan menikah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.