Menurut mantan pekerja sosial di Detensi Imigrasi Pulau Nauru, Natasha Blucher, para penjaga di tempat itu memanggil pencari suaka dengan nomor, bukan dengan nama. "Mereka dianggap seperti binatang oleh para penjaga," katanya.
"Ada seorang perempuan, sejumlah gadis remaja, sejumlah ayah, dan sejumlah ibu," kata Natasha yang membuat laporan mengenai adanya kelompok pengungsi yang ingin melakukan bunuh diri bersama.
Blucher dan rekannya, Michelle Groeneveld, merupakan dua dari 10 staf LSM Save the Children yang diminta meninggalkan Pulau Nauru pada Oktober 2014 setelah Menteri Imigrasi Australia waktu itu, Scott Morrison, menuduh mereka mendorong pengungsi untuk menyakiti diri sendiri.
Blucher mengatakan, dia sering kali bertengkar dengan penjaga mengenai cara mereka memanggil pengungsi dengan nomor. "Biasanya, hanya pertengkaran biasa, tetapi kadang juga saya tidak tahan lagi dan meminta mereka menghentikan sikap mereka itu," katanya.
Cerita buruk lainnya sebelumnya sudah muncul, termasuk mengenai eksploitasi seksual terhadap para pengungsi yang dilakukan penjaga pusat detensi itu.
Blucher menggambarkan perlakuan buruk para penjaga itu yang menganggap pengungsi sebagai boneka mainan mereka. "Penjaga-penjaga itu mengatakan hal seperti, 'sini sayang saya pangku'," katanya.
Groeneveld bahkan menuding Pemerintah Australia sengaja membiarkan hal itu. "Jelas dalam kondisi seperti itu pemerintah sama sekali tidak ingin memberi kenyamanan bagi pengungsi," katanya.
Pada September 2014, saat sejumlah pengungsi merencanakan bunuh diri massal, Pemerintah Australia memutuskan untuk memberhentikan para pekerja sosial Save the Children di tempat itu.
Komite Penyelidikan Senat Australia atas masalah Nauru sebelumnya menerima bantahan dari kontraktor Wilson Security, terkait tudingan itu. Blucher bahkan yakin detensi milik Australia itu secara sengaja dibuat berkondisi buruk untuk memaksa pencari suaka menghentikan permohonan suaka mereka ke Australia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.