Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Kupang Ini Menyelundup ke Australia di Ruang Roda Pesawat 69 Tahun Lalu

Kompas.com - 18/06/2015, 14:25 WIB


KOMPAS.com — Kisah warga Indonesia yang menyelundup ke Australia dengan bersembunyi di ruang roda pesawat ternyata pernah terjadi pada tahun 1946 lalu. Pelakunya adalah seorang anak yatim asal Kupang berusia 12 tahun.

Anak itu ditemukan dalam keadaan pingsan dan tubuh penuh luka-luka di ruang roda pesawat yang mendarat di Bandara Darwin, 69 tahun yang lalu.

Anak yatim asal Kupang, Indonesia, ini bernama Bas Wie. Ia ditemukan meringkuk di roda pesawat Dutch DC-3 yang mendarat di landasan pacu Bandara Kupang. Ketika itu, ia bekerja di ruang dapur bandara tersebut.

Bas Wie ditemukan di ruang roda pesawat dalam keadaan tidak sadarkan diri dan menderita sejumlah luka di sekujur tubuhnya, ketika pesawat Dutch DC-3 mendarat di Bandara Darwin, tiga jam kemudian.

Arsip nasional Australia menyimpan ratusan dokumen terkait tindakan luar biasa nekat yang dilakukan anak yatim asal Kupang tersebut, dan kehidupan Bas Wie selanjutnya di Northern Territory.

Kurator Arsip Nasional Australia, Michelle Hughes, mengatakan, dokumentasi yang dimiliki lembaganya antara lain menceritakan tentang betapa mengerikannya perjalanan yang dilalui Bas Wie dari Indonesia ke Darwin dengan menyelundup ke ruang roda pesawat.

"Dia disebutkan sempat terbakar oleh knalpot pesawat, menyebabkan ia memiliki bekas luka gores di tulang bahunya. Dia juga menderita hipotermia akibat udara dingin yang bersumber dari baling-baling pesawat," kata Hughes.

"Jadi bisa dibilang, Bas Wie sangat beruntung bisa selamat dari perjalanan tersebut," katanya.

Dokumentasi Arsip Nasional Australia juga menunjukkan, Wie memutuskan untuk menyelundup ke ruang roda pesawat tujuan Australia karena ia sempat mengalami pahitnya hidup pada masa pendudukan tentara Jepang di Timor selama Perang Dunia II. Di samping itu, ia teringat dengan kebaikan seorang tentara Australia yang pernah menawarinya kornet sapi dan juga permen.

Namun, berdasarkan kebijakan "Australia Putih" yang berlaku ketika Bas Wie tiba di Darwin, anak yang belakangan mendapat julukan "The Kupang Kid" atau "Anak Kupang" itu dikategorikan sebagai pendatang yang tidak diinginkan, dan sesuai ketentuan harus dideportasi.

Namun, dokumen arsip menunjukkan ratusan kliping koran dan surat dari warga yang menawarkan diri untuk mengadopsi atau menampung Bas Wie, serta komunikasi resmi antara tokoh mantan administrator NT, Arthur (Mick) Driver, dengan Menteri Imigrasi Federal ketika itu, Arthur Calwell.

Driver kemudian mempekerjakan Wie sebagai staf pribadinya. Ia juga mengirim Wie ke sekolah, dan memberikan penetapan kalau Wie terbebas dari UU Pembatasan Imigrasi.

Menurut Michelle Hughes beberapa korespondensi menunjukkan desakan terhadap Pemerintah Federal untuk menegakkan kebijakan mengenai imigran Asia.

"Orang yang beranggapan bahwa membolehkan Bas Wie tinggal di Australia adalah hal yang membahayakan berpikir bahwa hal itu dapat menciptakan preseden buruk pada kebijakan Australia Putih, dan mereka khawatir Australia akan dibanjiri oleh orang-orang seperti Bas Wie yang hendak tinggal di Australia," katanya.

Meski demikian, yang membingungkan, ternyata mayoritas masyarakat Australia ketika itu mendukung hak Bas Wie untuk tetap tinggal di Australia, tidak hanya karena mengingat betapa mengerikannya cara Bas Wie menyelundup ke Australia dengan menjadi penumpang gelap di ruang roda pesawat, tetapi juga karena mempertimbangkan betapa baik dan mudahnya Bas Wie beradaptasi dengan masyarakat Darwin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com