Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memainkan Kartu di Antara Dua Raksasa Asia

Kompas.com - 24/05/2015, 15:05 WIB

KOMPAS - Saat mata dunia tertuju ke Asia sebagai kawasan yang tumbuh paling dinamis dan ingin mendapat bagian dari pertumbuhan tersebut, stabilitas kawasan mulai dipertanyakan.

Satu dekade terakhir, Tiongkok muncul sebagai kekuatan ekonomi dan politik dunia, membentuk perimbangan politik-ekonomi baru pasca era perang dingin yang ditandai bubarnya Uni Soviet pada 1991.

Negara berpenduduk lebih dari 1,5 miliar dan memiliki ekonomi terbesar dunia ini ingin menunjukkan pengaruh politik dan ekonominya, termasuk dengan perluasan wilayah. Ketegangan dengan Vietnam, Filipina, dan Jepang pun timbul karena klaim kepemilikan beberapa kepulauan di Laut Tiongkok Selatan dan Laut Tiongkok Timur.

Pertanyaannya, di mana posisi Indonesia? Bagaimana Indonesia berperan dan membangun pengaruh di tengah pertumbuhan ekonomi yang dinamis tersebut?

Hal ini tampak dalam kunjungan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Tokyo, Jepang, Kamis (21/5). Kalla menjadi pembicara khusus konferensi internasional ke-21 mengenai masa depan Asia yang diadakan Nikkei Inc, bertajuk "Asia Beyond 2015: The Quest for Lasting Peace and Prosperity" di Hotel Imperial. Selain Kalla, pembicara lain, antara lain, mantan Perdana Menteri Singapura Goh Chok Tong, Presiden Mongolia Taskhia Elbergdorj, dan Sekjen ASEAN Le Luong Minh.

Pada acara jamuan makan malam, PM Jepang Shinzo Abe menyatakan, Jepang meningkatkan anggaran menjadi 110 miliar dollar AS-naik 30 persen dari sebelumnya-untuk membangun infrastruktur berkualitas seraya mengejar kuantitas di Asia, bekerja sama dengan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang sebagian besar sahamnya dimiliki Pemerintah Jepang.

Posisi Indonesia

Pertanyaan dalam konferensi ataupun dari media Jepang kepada Kalla menyiratkan keingin-tahuan tentang posisi Indonesia menjaga stabilitas kawasan, terutama bidang pertahanan dan ekonomi. Isu yang ditanyakan, antara lain, stabilitas Laut Tiongkok Selatan, Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-Tiongkok (CAFTA) versus Trans Pacific Partnership yang dimotori Amerika Serikat tetapi tidak menyertakan Tiongkok.

Ditanyakan juga peran ADB versus Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) yang diini-siasi Tiongkok. Juga pembangunan kemaritiman, modernisasi angkatan perang, peningkatan keamanan di Natuna, hingga apakah Indonesia akan memiliki kapal selam.

Posisi Indonesia, demikian Kalla, berada dalam FTA bersama ASEAN. MEA yang berlaku mulai 31 Desember 2015 akan menjadi kekuatan dengan 600 juta orang. Indonesia akan membangun sektor pertanian dan industri manufaktur untuk mendapatkan nilai tambah tinggi dan lapangan kerja dengan menggunakan teknologi dan inovasi. Indonesia akan beranjak dari negara penghasil komoditas. Untuk itu, Indonesia akan masuk dalam rantai nilai tambah global.

Karena itu, Indonesia berupaya memperbaiki sistem logistik. Pembangunan maritim, ditegaskan Kalla, untuk mengefisienkan sistem logistik orang dan barang. "Indonesia akan berperan membantu dialog negara-negara yang terlibat ketegangan di Laut Tiongkok Selatan karena kami tak punya masalah di sana," ujarnya.

Kalla kembali menegaskan apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Asia Afrika di Jakarta, April lalu, bahwa bantuan Bank Dunia dan ADB penting, tetapi pembangunan infrastruktur butuh dana lebih besar. Karena itu, Indonesia bergabung dalam AIIB.

Dalam pertemuan singkat Kalla dan Abe, disinggung rencana pembangunan kereta supercepat Jakarta-Bandung yang diminati Tiongkok. Indonesia menawarkan Jepang membangun jalur Jakarta-Surabaya. Mengenai pelabuhan Cilamaya, Karawang, yang batal dibangun, Kalla memastikan akhir tahun ini diputuskan lokasi pengganti di timur Cilamaya. Pembangunan dapat dimulai pada 2015.

Jepang berkeinginan membangun pelabuhan di Cilamaya untuk mengirim produk manufaktur perusahaan Jepang dari pabrik di sekitar Karawang.

Dalam konferensi, Abe mengatakan, persaingan langsung Jepang dan Tiongkok dalam bidang ekonomi tampaknya tak terhindarkan. Kedua negara berusaha menarik Asia, termasuk Indonesia, untuk bermitra. Adapun syarat untuk berinvestasi di Indonesia, menurut Kalla, adalah memberikan lapangan kerja, membangun kesejahteraan, dan ada alih teknologi.

Situasi itu cocok dengan rencana Pemerintah Indonesia membangun infrastruktur secara masif dan segera. Bila dapat menggunakan kekuatannya dengan benar, Indonesia akan mendapat manfaat besar dari persaingan dua raksasa Asia itu. (Ninuk Mardiana Pambudy, dari Tokyo, Jepang)

* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Mei 2015 dengan judul "Memainkan Kartu di Antara Dua Raksasa Asia"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com