Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Etnis Rohingya Meninggalkan Myanmar?

Kompas.com - 22/05/2015, 19:02 WIB

YANGOON, KOMPAS.com — Pencabutan kartu identitas penduduk yang dikenal sebagai kartu putih bagi orang Rohingya oleh Pemerintah Myanmar mungkin menjadi salah satu faktor yang membuat mereka nekat mempertaruhkan nyawa mengarungi laut.

Sekitar 300.000 lembar kartu putih, bukti terakhir yang menunjukkan mereka adalah warga Myanmar, sudah diminta kembali oleh pihak berwenang dan dinyatakan tidak berlaku sejak 31 Maret lalu.

Sebenarnya jika memiliki kartu itu, kelompok etnis Rohingya masih memiliki beberapa hak sebagai warga negara, antara lain boleh memberikan suara dalam pemilihan umum.

Mayoritas kelompok etnis Rohingya, yang jumlahnya 1,3 juta jiwa hingga 1,5 juta jiwa, tinggal di negara bagian Rakhine di dekat perbatasan antara Myanmar dan Banglades.

"Mereka sudah dianggap bukan warga negara, sekarang dokumen tidak ada," kata Utusan Khusus Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk Myanmar, Tan Syed Hamid Albar.

"Bila tidak ada dokumen dan tidak ada tempat bagi mereka, bergerak pun tidak boleh. Pergi dari satu tempat ke tempat lain pun tidak boleh. Ada undang-undang yang menyekat pergaulan, yang bahkan menyekat cinta. Maka dari itu, mereka akhirnya mencari jalan," tambah mantan Menteri Luar Negeri Malaysia itu.

Perjalanan dua bulan

Karena dipinggirkan di negeri sendiri, warga etnis Rohingya memutuskan untuk meninggalkan Myanmar. Mereka menumpang kapal-kapal yang diduga dikendalikan jaringan penyelundup manusia dengan tujuan utama Malaysia.

Pulau Langkawi, Malaysia, didarati 1.107 pengungsi Rohingya dan migran Banglades, yang kemudian ditempatkan di Pusat Detensi Imigrasi Belantik, Negara Bagian Kedah.

Sekitar 1.800 orang lainnya diselamatkan di Aceh melalui tiga gelombang. Ribuan orang lainnya diperkirakan masih berada di laut.

Bila dirunut, dari segi waktu, tampaknya terdapat korelasi antara jatuh tempo kartu putih dan tempo perjalanan para pengungsi yang mengaku berangkat kira-kira selama dua bulan.

Seorang anggota parlemen Myanmar dari kelompok etnis Rohingya, Shwe Maung, mengatakan, kartu kutih dinyatakan tak berlaku setelah kelompok-kelompok nasionalis Buddha melontarkan protes keras pada Februari lalu. Padahal, pemerintah baru saja mengesahkan rancangan undang-undang yang menyatakan bahwa pemilik kartu tersebut mempunyai hak pilih.

Kala itu, Pemerintah Myanmar mengatakan akan membentuk komisi guna mengkaji persoalan kartu putih. Pencabutan kartu tersebut, tuturnya, jelas membuat warga Rohingya resah.

"Masih tidak jelas, jenis kartu apa lagi yang akan diberikan. Namun, belum ada lagi sampai sekarang," ujar Shwe.

Kerusuhan

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com