Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Kaum Rohingya Terabaikan oleh Komunitas Islam?

Kompas.com - 24/04/2015, 14:42 WIB
KOMPAS.com - Para pengungsi Myanmar dari etnik Rohingya berharap mendapat simpati yang lebih besar ketika mereka mengungsi ke negara-negara berpenduduk mayoritas beragama Islam, seperti Malaysia dan Indonesia. Kenyataannya, mereka diperlakukan sama dengan pengungsi-pengungsi mancanegara lain.

"Seperti di Malaysia, semua pengungsi dari bermacam-macam negara dan agama diperlakukan sama. Tidak ada keistimewaan yang diberikan kepada pengungsi Muslim," kata Abdul Ghani, wakil ketua Masyarakat Rohingya di Malaysia (RSM).

Ia sendiri melarikan diri dari Myanmar sejak terjadi pasang surut penindasan terhadap warga etnik Rohingya. Kini, dia telah berada di Malaysia selama 24 tahun belakangan.

Belas kasihan

Perlakuan sama ini, lanjut Abdul Ghani, antara lain tercermin dalam kebijakan Malaysia yang tidak mengizinkan anak-anak pengungsi mengakses pendidikan negeri. Mereka hanya diperbolehkan bersekolah di swasta, bila sanggup membayar, atau hanya mencari ilmu di sekolah-sekolah komunitas.

Salah satu tokoh masyarakat Rohingya di Malaysia, Ghiyathudeen Maulana Abdul Salam, menuturkan ia bisa memahami keterbatasan itu.

"Karena negara-negara di ASEAN masing-masing terikat dengan etika, dengan undang-undang, budaya dan sebagainya, kita perlu memahami aspek-aspek ini semua secara total.

"Kita tidak boleh mengatakan 'karena negara ini Muslim maka kita berhak mendapatkan segalanya'. Jadi sebagai pendatang kita perlu melangkahi dulu segala halangan yang ada sebelum kita mendapatkan proteksi dan sebagainya. Apa yang kita dapatkan sekarang ini adalah 30 persen belas kasihan," ungkap Ghiyathudeen Maulana Abdul Salam, Sekjen Gabungan Persatuan Rohingya Sedunia (UWRO) kepada wartawan BBC Indonesia, Rohmatin Bonasir.

Di tingkat internasional, lanjutnya, gaung Rohingya biasanya terdengar apabila ada tragedi. Hal itu berbeda apabila disandingkan dengan isu Palestina yang senantiasa menjadi perhatian masyarakat Muslim.

Mohammad Hafez, Ketua DPD Partai Keadilan Sejahtera Sumatra Utara, salah satu provinsi yang menampung pengungsi Rohingya, menepis anggapan masyarakat Muslim kurang peduli terhadap Rohingya yang tidak diakui sebagai warga negara oleh pemerintah Myanmar.

"Siapa pun umat manusia yang tertindas di dunia ini harus kita bela secara sama. Kalau saya melihat kenapa Palestina itu lebih fokus, karena ini adalah pertarungan yang begitu lama dan di situ ada kiblat pertama umat Islam, Masjidil Aqsa. Jadi sentimen keagamaan jauh lebih tinggi," jelas anggota Komisi A DPRD Sumatra Utara ini.

Kondisi tersebut, menurutnya, tidak bisa dibandingkan dengan Myanmar yang tidak mempunyai situs-situs Islami yang mempunyai makna global.

Diplomasi

Menurut Sekretaris Majelis Gerakan NGO Islam ASEAN (IKIAM), Mohammad Shamsuddin Damin, perhatian dunia Islam terhadap Rohingya sudah cukup bagus.

"Kita perlu memahami Myanmar ketika dulu menganut ideologi tertutup. Sekarang sudah terbuka, jadi kalau terjadi apa-apa kita tahu," katanya.

Hanya saja, tutur Mohammad Shamsuddin Damin, usaha menyelesaikan masalah Rohingya baru terbatas pada jalur diplomasi.

"OKI dan PBB sudah mengakui perkara ini, cuma sejauh ini kekuatan diplomatik saja, belum ada isu kekuataan militer atau operasi-operasi PBB."

Masalah Rohingya pernah dibahas oleh Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan OKI pun menurunkan delegasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM atas minoritas Rohingya Muslim di Myanmar, meskipun kunjungan itu diprotes keras oleh kelompok Buddha.

PBB menyebut Rohingya sebagai kelompok minoritas yang paling teraniaya di dunia. Dalam pernyataan-pernyataan sebelumnya, pemerintah Myanmar mengatakan Rohingya adalah pendatang dari Banglades, meskipun mereka telah turun-temurun tinggal di Myanmar selama ratusan tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com