Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komunitas Kristen Pengguna Bahasa dari Zaman Yesus Terancam Lenyap oleh ISIS

Kompas.com - 17/04/2015, 14:30 WIB
BEIRUT, KOMPAS.com — Suhail Gabriel sedang berada di tempat tidur ketika milisi Negara Islam atau ISIS menyerbu desanya di Suriah timur. ISIS menembakkan senapan mesin dan pelontar granat. Gabriel pun buru-buru melarikan istri dan anak perempuannya dengan sepeda motornya. Mereka melaju dalam kegelapan malam jelang pagi.

"Kami hanya memakai piyama," kata Gabriel sebagaimana dilaporkan Washington Post, Rabu (15/4/2015). "Kami bahkan tidak punya waktu untuk berganti pakaian."

Ia kini berada di antara ribuan orang dari komunitas Kristen kuno, yang dikenal sebagai orang Assyria, yang melarikan diri dari 35 desa pertanian di Sungai Khabur di wilayah Suriah pada Februari lalu karena serangan kelompok ekstremis Sunni itu. Kaum militan tersebut merusak gereja-gereja dan simbol-simbol agama dalam serangan itu serta menculik sekitar 250 orang Assyria, termasuk perempuan dan anak-anak.

Selama dekade terakhir, orang Assyria telah menjadi bagian dari gelombang orang Kristen yang melarikan diri dari Suriah dan Irak karena perang dan penganiayaan oleh kaum ekstremis. Namun, serangan terbaru itu telah menambah kekhawatiran bahwa orang Mesopotamia yang unik itu berada dalam bahaya lenyap dari wilayah tersebut.

Orang-orang Assyria di Irak dan Suriah merupakan komuitas masyarakat terakhir dengan jumlah signifikan. Mereka berbicara dalam bahasa yang dulu dipakai pada masa Yesus, yaitu bahasa Aramik. Eden Naby, sejarawan Timur Tengah dan ahli budaya Assyria, mengatakan, banyak orang Assyria terpaksa pergi dari Timur Tengah sehingga bahasa mereka menjadi sulit untuk dipertahankan.

Dia mengatakan, bahasa Aramik merupakan bahasa tertua yang terus digunakan dalan tulisan dan percakapan di Timur Tengah. Bahasa itu juga pernah digunakan oleh komunitas agama lain, termasuk Yahudi. "Orang-orang Assyria merupakan orang-orang berbahasa Aramik terakhir di dunia. Jadi, perpindahan dan hilangnya orang-orang ini akan menjadi bab penutupan dari penggunaan bahasa Aramik di dunia," kata Naby.

Orang Assyria, juga disebut sebagai orang Kaldean atau Syriak, menganggap diri mereka berbeda secara etnis dari orang-orang Arab dan Kurdi. Jejak nenek moyang mereka sudah berada di kawasan itu sekitar 6.500 tahun yang lalu. Mereka berbicara dengan dialek modern yang merupakan lingua franca Kekaisaran Assyria.

Orang Assyria termasuk komunitas paling awal yang masuk ke dalam ke-Kristen-an, dan mereka kebanyakan penganut gereja-gereja Ritus Timur, yang para pendirinya dikatakan termasuk para rasul abad pertama, yaitu Thomas, Tadeus, dan Bartolomeus.

Meskipun kelompok-kelompok komunitas Assyria tersebar di seluruh Lebanon dan Turki, inti komunitas mereka berada di Irak dan Suriah. Jumlah orang Assyria di Irak telah merosot dari sekitar 1,4 juta jiwa pada akhir 1980-an menjadi hanya sekitar 400.000 jiwa. Kebanyakan dari mereka telah bermigrasi ke luar negeri sebagai akibat dari pergolakan yang dihasilkan oleh invasi AS yang menggulingkan Saddam Hussein tahun 2003.

Di Suriah, jumlah orang Assyria diperkirakan tidak lebih dari 40.000 jiwa. Banyak dari mereka telah dipaksa ISIS untuk melarikan diri ke daerah-daerah yang dikuasai Kurdi di bagian timur negara itu.

"Apa yang kami hadapi adalah kekejaman yang bersusulan," kata Habib Afram, kepala Liga Syriak di Lebanon.

Dia menyebut sejumlah serangan yang dilakukan terhadap orang Assyria dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pembunuhan seorang uskup agung di kota Mosul di Irak utara tahun 2008, pengeboman sebuah gereja Assyria di Baghdad tahun 2010 yang menewaskan hampir 60 orang, dan penculikan dua uskup di Aleppo, kota terbesar di Suriah. "Mereka tidak hanya ingin mengambil tanah atau menendang Anda keluar dari desa Anda. Mereka ingin menghapus masa lalu Anda, warisan Anda," katanya.

Ketika ISIS menyapu Irak utara pada Juni, ribuan warga Assyria didesak keluar dari Mosul dan daerah lainnya.

Jauh sebelum perang saudara di Suriah dan munculnya ISIS, orang-orang Assyria telah menghadapi penganiayaan. Setidaknya setengah juta orang Assyria tewas selama pembantaian oleh Turki Ottoman di Armenia selama Perang Dunia I, sebuah pembantaian yang oleh banyak sejarawan dianggap sebagai sebuah genosida.

Saat ini, lebih dari dua pertiga orang Assyria diyakini tinggal di negara-negara termasuk Amerika Serikat, Swedia, dan Australia. Menurut Naby, sedikitnya sekolah yang mengajarkan bahasa Aramik di tempat-tempat tersebut telah berkontribusi terhadap hilangnya bahasa itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com