Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makin Banyak Warga Ingin Tinggalkan Hongkong

Kompas.com - 26/03/2015, 10:59 WIB
HONGKONG, KOMPAS.com — Kajian terbaru menunjukkan, satu dari 10 warga terkaya Hongkong ingin pindah dari sana. Survei terhadap lebih dari 3.000 orang itu dilakukan oleh Pusat Riset Ilmu Sosial pada Universitas Hongkong.

Pengacara Jean-Francois Harvey, dari biro hukum Harvey Law Corporation, mengatakan, kantornya melihat kenaikan 50 persen di antara klien mereka yang ingin pindah ke luar negeri.

“Dua atau tiga tahun terakhir kami melihat semakin banyak orang Hongkong yang beremigrasi keluar Hongkong, terutama ke Taiwan, Amerika, dan Kanada, untuk pensiun, mencari kualitas hidup yang lebih baik, dan sebagainya. Kami juga melihat semakin banyak siswa yang pergi belajar keluar negeri dan tidak kembali lagi,” kata Harvey.

Survei itu menemukan bahwa jumlah jutawan di Hongkong, yang memiliki aset likuid minimal 1,3 juta dollar, telah meningkat 14 persen. Survei itu juga menunjukkan, 11 persen kalangan multimiliuner Hongkong mempertimbangkan untuk beremigrasi dalam lima tahun mendatang. Sekitar 43 persen memilih Kanada sebagai tujuan utama, disusul Inggris.

Banyak dari orang-orang itu merasa tidak puas dengan sistem pendidikan dan lingkungan di Hongkong sehingga ingin pergi. Lainnya mengatakan bahwa menguatnya pengaruh pemerintah pusat China dan aksi demonstrasi pro-demokrasi tahun lalu telah mendorong mereka untuk meninggalkan Hongkong.

Tidak semua pengacara melihat tren kenaikan emigrasi. Eugene Chow, misalnya.

“Biasanya orang-orang ini lebih kaya dan memiliki kepentingan lebih banyak di Hongkong. Mereka punya karier bagus dan Hongkong menetapkan pajak rendah. Ada banyak kesempatan ekonomi di Hongkong dan saya tidak melihat arus banyak orang yang datang untuk minta bantuan pindah ke Amerika atau tempat-tempat lain yang biasanya jadi tujuan imigran,” ungkap Chow.

Biaya hidup di Hongkong yang meroket mungkin menjadi alasan lain orang ingin beremigrasi.

Ma Ngok, profesor Fakultas Pemerintahan dan Administrasi pada Universitas China di Hongkong, mengatakan, melonjaknya emigrasi akan berdampak buruk terhadap kawasan itu.

“Saya rasa emigrasi tidak akan menyelesaikan masalah-masalah Hongkong. Hongkong membutuhkan lebih banyak orang yang berkomitmen untuk tinggal dan memperjuangkan masa depan yang lebih baik,” ujarnya.

Arus emigrasi besar-besaran melanda Hongkong pada tahun 1980-an dan 1990-an yang dipicu kecemasan setelah Inggris, yang saat itu menjajah kawasan itu, sepakat untuk mengembalikannya kepada China. Kesepakatan itu resmi berlaku tahun 1997.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com