Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demonstran Hongkong Tolak Seruan Beijing untuk Akhiri Unjuk Rasa

Kompas.com - 30/09/2014, 21:09 WIB
HONGKONG, KOMPAS.com - Para pengunjuk rasa pro-pemilihan langsung di Hongkong, Selasa (30/9/2014), menolak seruan Beijing untuk mengakhiri demonstrasi yang melumpuhkan pusat kota.

Pemimpin unjuk rasa yakin mereka bisa mengumpulkan lebih banyak massa untuk menggelar aksi pada Rabu (1/10/2014), yang juga merupakan hari libur nasional yaitu peringatan terbentuknya Republik Rakyat China yang ke-65.

Para pengunjuk rasa menolak seruan pemimpin kota itu untuk mengakhiri aksi duduk, setelah Beijing menyebut aksi unjuk rasa ini sebagai sebuah aksi ilegal.

Hujan deras sempat mengguyur meski hanya beberapa saat sempat membuat para pengunjuk rasa membuka payung mereka namun potensi memburuknya cuaca yang membuat para demonstran beranjak pergi.

"Kami sudah sepekan berada di bawah sinar matahari, diserang cairan merica dan diguyur hukan. Tak ada yang bisa menghentikan kami," ujar seorang mahasiswa yang hanya mengaku bernama Choi.

Sementara itu, Pemimpin Eksekutif Hongkong Leung Chun-ying mengatakan aksi duduk yang dilakukan aktivis pro-demokrasi yang digerakkan kelompok "Occupy Central" sekarang sudah berada di luar kendali.

"Para pendiri Occupy Central telah mengatakan bahwa jika gerakan ini keluar kendali, maka mereka akan menghentikannya. Saya kini meminta mereka memenuhi janji mereka kepada masyarakat dan hentikan aktivitas ini dengan segera," ujar Chun-ying.

Namun, pemimpin unjuk rasa menolak seruan itu dan malah kembali mengajak warga untuk mendesak agar pemimpin yang didukung Beijing itu mundur dari jabatannya.

"Saya kira akan terkumpul massa dalam jumlah besar. Lebih dari 100.000 orang ada di sini malam ini untuk menyambut hari nasional," kata aktivis Occupy Central, Ed Chin.

Aksi unjuk rasa terbesar di Hongkong sejak kota itu diserahkan kembali ke China pada 1997 dipicu keputusan Beijing pada Agustus lalu yang membatasi kandidat calon pemimpin baru kota itu.

Warga Hongkong akan memilih pemimpin baru pada 2017 namun hanya dua dari tiga kandidat yang disetujui Beijing yang akan berlaga pada pemilu.

Keputusan inilah yang disebut para pengunjuk rasa sebagai sebuah "demokrasi palsu" yang menunjukkan ketidakpercayaan Hongkong terhadap pemimpin mereka di daratan China.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com