Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

#MH17 Jatuh, Jalur Penerbangan Berubah dari "Lewat Ukraina" Jadi "Melintasi Suriah"

Kompas.com - 22/07/2014, 06:01 WIB

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Setelah satu pesawatnya berkode penerbangan MH17 jatuh di Ukraina pada Kamis (17/7/2014), Malaysia Airlines mengubah rute pesawat-pesawatnya bertujuan Eropa. Meski tak lagi lewat Ukraina, pilihan yang bisa diambil maskapai ini pun ternyata tak kalah berbahanyanya.

Salah satu pesawat Malaysia Airlines berkode penerbangan MH4, terlacak terbang melintasi Suriah, Senin (21/7/2014), dalam penerbangan rute Kuala Lumpur-London. Suriah juga merupakan salah satu wilayah konflik paling panas dalam tiga tahun ini, dengan korban tewas karena perang sipil di sana sudah mencapai 170.000-an orang sejak 2011.

Pilihan rute ini menggambarkan dengan lugas, tantangan yang harus dihadapi maskapai penerbangan dari Asia ke Eropa, dalam menghindari area konflik. Layanan pelacakan penerbangan asal Swedia, Flightradar24 AB, mengunggah rute penerbangan MH4 di akun Twitternya, Senin.

Gambar di atas memperlihatkan rute lama dan rute baru dari penerbangan MH4 milik Malaysia Airlines tersebut. Fredrik Lindahl, CEO Flightradar24 AB, mengatakan pilihan rute melintasi wilayah udara Suriah bukan hal lazim.

"Kalau di Irak Anda selalu melihat pesawat yang terbang di sana. Tidak ada cara lain untuk mengakses bagian dari Timur Tengah daripada menggunakan koridor Irak," kata Lindahl. "Namun, Anda tidak melihat (hal serupa di) Suriah begitu sering. Kami melihat tidak ada penerbangan trans-benua lain yang pergi melalui wilayah udara Suriah."

Malaysia Airlines menyatakan rencana penerbangan MH4 sudah sesuai dengan persetujuan dari organisasi penerbagangan sipil internasional (ICAO). "Sesuai pemberitahuan untuk penerbang (NOTAM) yang dikeluarkan oleh Otoritas Penerbangan Sipil Suriah, wilayah udara Suriah tidak tunduk pada pembatasan," kata Malaysia Airlines dalam sebuah pernyataan. "Setiap saat, MH4 berada di wilayah udara disetujui oleh ICAO."

Sementara itu, ICAO pada pekan lalu mengatakan organisasinya tak punya peran operasional dan kewenangan untuk membuka rute penerbangan. Upaya mendapatkan konfirmasi dari ICAO terkait rute penerbangan MH4 ini tak kunjung mendapatkan tanggapan.

Kenneth Quinn, mantan penasihat utama di otoritas penerbangan Amerika Serikat (FAA) mempertanyakan kebijakan pilihan terbang di atas Suriah tetapi mengatakan sejauh ini memang tak ada ancaman nyata terhadap pesawat yang melintas di wilayah udara Suriah.

Tim Clark, Presiden Emirates Airlines, salah satu maskapai penerbangan terbesar di dunia, mengatakan sulit untuk menghindari terbang di atas zona konflik pada rute utama antara Timur dan Barat.

Menurut Clark, perusahaan-perusahaan penerbangan berasumsi ketika rencana penerbangan sudah mendapat persetujuan dari otoritas pengendali lalu lintas udara maka rute tersebut aman untuk dilintasi. Clark, Minggu (20/7/2014), berpendapat barangkali sekarang adalah saatnya mengubah cara maskapai penerbangan menilai risiko rute, menyusul jatuhnya MH17.

Sebelum pesawat Malaysia Airlines berkode penerbangan MH17 jatuh di Ukraina, ratusan penerbangan juga melintasi wilayah udara negara itu setiap hari. Selama ini yang tak pernah dilintasi penerbangan internasional adalah zona perang, seperti Afghanistan.

John Saba, seorang dosen di Universitas McGill Terpadu Aviation Manajemen Program di Montreal, mengatakan dia tidak berpikir pemerintah Suriah akan menembakkan rudal di pesawat yang melintas di wilayah udaranya. "Pertanyaannya adalah, siapa yang memiliki akses ke ini (rudal) dan seberapa jauh jangkauannya?" sebut dia.

FAA yang memiliki aturan penerbangan paling ketat sedunia, menyatakan tak menyarankan operator penerbangan dari dan ke Amerika Serikat untuk melintasi Suriah, lewat pemberitahuan tertanggal Mei 2013.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Reuters
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com