Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerkosa di China Diarak dan Diadili di Depan Publik

Kompas.com - 17/07/2014, 20:29 WIB
BEIJING, KOMPAS.com — Sering kali muncul pertanyaan, hukuman apa yang cocok untuk seorang pemerkosa? Mungkin yang dilakukan di China ini bisa membuat jera para pemerkosa.

Ai Kung (30), seorang mantan polisi yang dituduh melakukan serangkaian perkosaan, diarak di hadapan ribuan penonton sebelum kemudian diadili di depan publik di ruang terbuka.

Pengadilan di ruang terbuka dan ditonton ribuan orang itu digelar di wilayah Hengshan, provinsi Shaanxi, China, dilengkapi dengan sejumlah pengeras suara sehingga jalannya sidang bisa didengarkan rakyat.

Kasus ini merupakan salah satu kasus yang paling banyak disorot di wilayah di mana serangkaian perkosaan yang dialami beberapa perempuan muda dilakukan seseorang secara terencana dan sangat profesional.

Madia massa setempat mengabarkan awalnya pelaku perkosaan diduga adalah seorang mantan tentara,tetapi dari pemeriksaan DNA ternyata pelakunya adalah Ai Kung, seorang mantan polisi yang kini bekerja sebagai seorang satpam sebuah sekolah.

Awalnya, para mantan kolega Ai Kung tak percaya pria itu menjadi pelaku serangkaian perkosaan. Namun, dari rekaman CCTV dan tes DNA polisi yakin bahwa Ai Kung adalah pelaku perkosaan kitu.

Jaksa Chung Liao mengatakan, Ai Kung adalah contoh klasik "Dr Jekyll dan Mr Hyde", yaitu memiliki kepribadian ganda. Di siang hari Ai Kung terlihat sebagai seorang penegak hukum, tetapi di malam hari dia menjadi seorang predator seksual.

Korban Ai Kung adalah sembilan orang perempuan berusia 18-32 tahun. Mereka semua diserang saat malam hari lalu dibawa ke sebuah lokasi terpencil. Di sana mereka dipukuli lalu diperkosa sebelum dirampok dan dibuang begitu saja di jalanan.

Pengadilan publik seperti ini biasa dilakukan pada masa-masa Revolusi Kebudayaan di China pada 1960-an hingga 1970-an. Saat itu ribuan orang hadir saat pengadilan dan penjatuhan vonis mereka yang dianggap mengkhianati idealisme Partai Komunis China dengan mengambil "jalan kapitalisme".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Daily Mail
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com