KOMPAS.com - Perdagangan bebas ASEAN tetap menjadi tantangan bagi Indonesia. Sedikit banyak, Indonesia rentan terhadap kenyataan hanya menjadi pasar saat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) terlaksana. Padahal, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung dalam pengantar buku bertajuk "Perdagangan Bebas dalam Perspektif Hukum Perdagangan Internasional " karya Serian Wijatno dan Dr. Ariawan Gunadi SH MH, Indonesia menjadi salah satu pusat ekonomi di Asia Tenggara.
Catatan Bank Dunia menunjukkan pada 2013 pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) Indonesia mencapai 5,8 persen. Sementara, pendapatan nasional bruto Indonesia tumbuh dari 2.200 dollar AS pada 2000 menjadi 3.563 dollar AS pada 2013.
Kemudian, Indonesia juga mampu menurunkan tingkat utang ke rasio GDP dari 61 persen pada 2003 menjadi 24 persen pada 2012. Pencapaian itu membuat Bank Dunia menilai positif prestasi Indonesia di bidang kestabilan makro ekonomi.
Satu hal yang belum terlaksana dalam persiapan menghadapi MEA 2015 adalah diskusi komprehensif antara pemerintah, kalangan pengusaha, dan akademisi untuk meminta opini masyarakat. Tidak tertutup kemungkinan jika MEA berlaku, pasar Indonesia akan kelimpungan menghadapi arus masuk produk dan jasa asing karena perangkat hukum maupun kebijakan ekonomi belum ada ataupun belum siap menghadapi kecanggihan mekanisme perdagangan bebas. Oleh karenanya, sebagai pasar yang besar, Indonesia kini sedang menghadapi ujian untuk mengimbangi konsumsi domestik yang luar biasa dan peningkatan daya beli masyarakatnya.
Serian secara rutin mengisi kolom ekonomi dan pendidikan tinggi berbagai media nasional dan menulis beberapa literatur di bidang pendidikan, keuangan, dan kewirausahaan. Serian Wijatno juga pernah diganjar Museum Rekor Indonesia pada tahun 2012 sebagai “The Best Author for Entrepreneur Literatures”.
Sementara itu, Dr. Ariawan Gunadi, S.H.,M.H selain sebagai penulis juga mendukung sentuhan hukum dari buku ini. Peraih Doktor Ilmu Hukum termuda dari Universitas Indonesia (UI) pada 2012 ini berprofesi sebagai dosen hukum bisnis dan duduk di jajaran Pengurus Yayasan Tarumanagara sebagai Sekretaris Pengurus dengan tanggung jawab meliputi pengelolaan Universitas Tarumanagara dan RS Royal Taruma.
Serian dan Dr. Ariawan berpendapat bahwa sasaran perdagangan bebas adalah free trade dan fair trade. Pasalnya, dampak jangka pendek perjanjian bebas selama ini sudah menggerus peluang kerja di sektor industri pada kerja maupun pendapatan dari sektor bea yang hilang akibat produk impor yang masuk ke Indonesia. Keduanya yakin Indonesia mampu memanfaatkan Grand Design Strategy dari China, Australia, Belanda, dan Amerika Serikat melalui penerapan aturan dagang yang konsisten dan berimbang.
Dalam buku ini, Serian dan Dr. Ariawan juga mengungkapkan bahwa Indonesia dapat menghadapi MEA 2015. Strategi yang dipakai adalah memanfaatkan hambatan perdagangan untuk mengerem banjirnya produk dan jasa asing, menciptakan sumber daya pengusaha yang kompeten melalui pendidikan dan pelatihan, pembentukan forum sengketa perjanjian perdagangan bebas dengan prosedur yang sederhana dan jelas sehingga kepastian hukum.
Serian dan Dr. Ariawan dalam buku ini juga bertutur bahwa Indonesia dapat mengelola potensi perdagangan bebas dengan baik jika pemerintah mampu menyajikan kepastian hukum, birokrasi yang sederhana dan sumber daya manusia yang memadai. Buku terbitan Grasindo tersebut diluncurkan pekan lalu di Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.