Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Orang Kaya Asia Amankan Aset

Kompas.com - 26/05/2014, 15:21 WIB
PADA dekade 1990-an, cerita tentang orang-orang kaya dunia didominasi Eropa, AS, dan Jepang. Kini para kaum kaya Asia menjadi pembicaraan, menjadi rebutan dan incaran para pengelola aset.

Capgemini dan RBC Wealth Management mengatakan, total aset dari 3,68 juta orang superkaya di Asia Pasifik bernilai 12 triliun dollar AS pada 2012 dan diperkirakan akan mencapai 15,9 triliun dollar AS pada 2015. Tahun depan, kekayaan warga Asia ini diduga akan mengalahkan kekayaan kaum jetset Amerika Utara.

Hal menarik adalah bagaimana kaum kaya Asia ini mengelola kekayaan mereka? Sebelum krisis ekonomi dunia yang dimulai di AS pada 2008, kaum kaya Asia menanamkan kekayaan pada beberapa investasi. Kemudian banyak yang mengalami kerugian karena kejatuhan harga saham dan berbagai jenis investasi di surat berharga.

Gerard Tan, salah seorang warga kaya Singapura, pernah mengalami kemerosotan aset senilai 20 juta dollar AS. Tan tidak sendirian. Itu karena dia menempatkan dananya di bank, dan bank ini kemudian menanamkan uang Tan di pasar obligasi yang terkena krisis.

Hal itu menjadi pelajaran bagi Tan dan yang lainnya. Mereka kini beralih ke penyewaan jasa penasihat independen soal pengelolaan kekayaan. Tan, eksportir berusia 40-an tahun, masih tetap menyimpan uangnya di bank. Akan tetapi, dia rutin terlibat komunikasi dengan penasihat independen yang tak terkait dengan bank tempat dia menyimpan uang. Biaya jasa konsultan ini relatif sama dengan tarif dokter atau pengacara.

Bank tempat menyimpan kekayaan tak lagi gencar mendorong nasabah seperti Tan membeli berbagai jenis investasi portofolio. Sekarang, bank mulai bekerja sama dengan para pengelola kekayaan independen. ”Posisi saya direstrukturisasi dan risiko portofolio dikelola. Saya kini merasa lebih nyaman dengan pengelolaan kekayaan saya,” kata Tan yang kini memiliki lebih dari 40 juta dollar AS dari hasil keringat sendiri.

”Konsep dan peran jasa pengelola kekayaan independen kini menjadi tren,” kata Justin Ong, konsultan pengelolaan aset Asia Pasifik dari PricewaterhouseCoopers (PwC). ”Ini karena ada tuntutan lebih pada transparansi dan layanan yang lebih obyektif,” lanjut Ong.

Pada umumnya, kekayaan ditanamkan dalam bentuk investasi properti, saham, obligasi, yacht, anggur berkualitas, dan juga jet-jet pribadi. Menurut Mandeep Nalwa, Chief Executive Taurus Wealth Advisors yang berbasis di Singapura, sebelum krisis, kaum kaya Eropa dan AS sudah lebih dulu mengandalkan jasa independen.

Defisit kepercayaan

Nalwa mengatakan, krisis 2008 membuat kaum kaya Asia menyadari pentingnya jasa penasihat independen. Ada defisit kepercayaan setelah krisis. Ini karena selama ini lembaga keuangan pengelola investasi memberi keuntungan besar ketika ekonomi booming dan menyalahkan situasi pasar jika ekonomi bergejolak dan menimbulkan kerugian.

Defisit kepercayaan ini muncul karena lembaga keuangan selama ini cenderung mendorong atau mengarahkan para warga kaya membeli produk investasi tertentu tanpa kesaksamaan dalam memberikan pandangan tentang produk investasi.

Oleh sebab itu, kata Abhineet Kaul, konsultan dari Frost & Sullivan, kaum kaya kini meminta penasihat independen dan berdedikasi. Sehubungan dengan semua itu, kini banyak bank menyewa para penasihat yang akan mengelola kekayaan kaum kaya. Sejumlah lembaga keuangan ternama menyadari ketidakpercayaan para kaum kaya dan mendorong penyediaan jasa penasihat independen. (AFP/MON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com