Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ILO: Pekerja Seks, Buruh Tani, dan Asisten Rumah Tangga Perkaya "Bos"-nya Rp 1.725 T Setahun

Kompas.com - 20/05/2014, 08:38 WIB

GENEVA, KOMPAS.com — Pekerja seks, buruh tani, hingga asisten rumah tangga setiap tahun menjalani "kerja paksa" di seluruh dunia dengan memberikan "penghasilan" 150 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.725 triliun setahun sebagai keuntungan ilegal bagi para "bos" mereka.

Organisasi Buruh Internasional (ILO), Selasa (20/5/2014), mengatakan, ada sekitar 21 juta pria, wanita, dan anak-anak di dunia yang terjebak dalam mekanisme "kerja paksa" itu, dengan menjadi pelacur, diperdagangkan, terjerat utang, atau bekerja dalam kondisi tak beda dengan perbudakan.

"Kerja paksa adalah hal buruk bagi bisnis dan pengembangan, terutama bagi para korban," kata Kepala ILO Guy Ryde. Dia menekankan, praktik "kerja paksa" ini pada dasarnya jahat, tetapi sangat menguntungkan bagi kalangan tertentu sehingga harus diberantas sesegera mungkin.

Dalam laporannya, ILO menyebutkan bahwa ada 18,7 juta orang di dunia yang dipaksa bekerja keras di sektor swasta, yang keuntungan perusahaannya mencapai 150,2 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 1.725 triliun setahun.

Dua pertiga dari nominal tersebut, lanjut laporan ILO, datang dari eksploitasi seksual. Selebihnya datang dari sistem ekonomi yang mengeksploitasi para asisten rumah tangga dan buruh tani. Data angka ini, sebut ILO, merupakan hasil riset pada 2012.

"Majikan jahat dan penjahat meraup keuntungan besar dari pendapatan ilegal dari kerja paksa," kata badan PBB ini. Sebanyak 2,2 juta orang, imbuh ILO, bekerja untuk negara, termasuk di penjara militer.

Tak dapat apa-apa

Di antara semua korban menurut data itu, sebut ILO, 5,5 juta di antaranya adalah anak-anak. "Banyak yang tak mendapatkan apa-apa," kata Beate Andrees, ketua program ILO untuk memerangi kerja paksa.

Asia Pasifik, sebut Andrees, merupakan rumah bagi lebih dari separuh pekerja paksa di seluruh dunia. Angkanya sekitar 11,7 orang, dengan kondisi bahwa para majikan memperoleh pendapatan senilai 51,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 600 triliun setahun. Benua Afrika menjadi urutan berikutnya, yang menjadi basis 3,7 pekerja paksa, disusul Amerika Latin dan Kuba dengan 1,8 juta pekerja paksa.

Sementara itu, di negara maju, ditemukan pula 1,5 juta pekerja dengan bayaran yang tak sepadan keahliannya. Ini menjadi angka tertinggi kedua dari praktik "kerja paksa" yang mendatangkan keuntungan senilai 46,9 miliar dollar AS atau setara Rp 540 triliun setahun bagi para "bos" mereka. Dari kawasan Timur Tengah, angka pekerja paksa diperkirakan mencapai 600.000 orang.

Andrees mengatakan, sudah ada kemajuan untuk menekan angka pekerja paksa ini. Namun, ujar dia, sekarang yang dibutuhkan adalah fokus pada faktor-faktor sosial ekonomi yang membuat orang-orang rentan menjalani kerja paksa di sektor swasta.

Ahli ILO Corinne Vargha mengatakan, grup yang menghasilkan Konvensi Kerja Paksa pada 1930, terutama yang membahas masalah kerja paksa di sektor negara, belumlah tuntas. Saat ini, pengembangan sedang dilakukan terhadap protokol untuk memperluas konvensi tersebut, yang juga akan menangani masalah pekerja paksa di sektor swasta. Masalah ini masuk dalam agenda pembahasan sidang umum ILO pada 28 Mei sampai 12 Juni 2014.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com