Sejauh ini, Pemerintah Brunei tak memberikan jadwal pasti penerapan hukum itu, yang meliputi hukuman cambuk, potong tangan dan kaki, serta rajam. Namun, seorang pejabat pemerintah kepada harian Brunei Times mengatakan, hukuman keras tersebut akan dilaksanakan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Dalam undang-undang hukum pidana yang baru ini, pelaku seks sesama jenis kelamin, pelecehan seksual, dan perkosaan dijatuhi hukuman rajam alias dilempari batu hingga mati.
Undang-undang baru ini juga memberikan hukuman mati bagi pelaku penghinaan terhadap Nabi Muhammad, menghina agama Islam, dan menyatakan diri sebagai non-Muslim.
Asisten Direktur Unit Hukum Islam Brunei, Jauyah Zaini, seperti dikutip Brunei Times, mengatakan, pelaksanaan hukum baru ini ditunda karena "situasi yang tak bisa dihindarkan". Namun, Zaini tak menjelaskan lebih rinci pernyataannya itu.
Namun, Pemerintah Brunei menegaskan, seremoni untuk menetapkan berlakunya hukum syariat akan tetap dilaksanakan pada 30 April sekaligus meluncurkan tahap pertama undang-undang pidana baru.
Sebelumnya, Dewan HAM PBB menyampaikan kritiknya terhadap rencana pemberlakuan hukuman keras itu dan menyatakan prihatin terkait revisi undang-undang pidana negeri itu.
Langkah Pemerintah Brunei itu juga memicu protes di media sosial, satu-satunya ruang di mana publik bisa melakukan protes di kesultanan yang melarang siapa pun mempertanyakan kebijakan sultan.
Warga minoritas non-Muslim juga khawatir undang-undang baru yang berbasiskan syariat Islam ini juga akan berlaku bagi warga non-Muslim.
Praktik Islam di Brunei jauh lebih konservatif dibanding kedua tetangganya, Malaysia dan Indonesia.
Sultan Hassanal Bolkiah (67) mendukung upaya penguatan Islam di negerinya dan merancang sebuah "dinding api" untuk mencegah apa yang disebutnya sebagai potensi merusak dari luar negeri.
Sebelum berencana menerapkan syariat Islam ini, Brunei sudah memiliki hukuman mati untuk tindak pidana tertentu. Namun, negeri itu belum mengeksekusi terpidana mati sejak 1967.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.