Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/02/2014, 08:16 WIB
Oleh: Trias Kuncahyono

Kiev, Minggu, 8 Desember 2013. Hari itu akan dikenang sebagai hari bersejarah bagi rakyat Ukraina, terutama yang tergabung dengan kelompok oposisi; mereka yang simpati pada gerakan kelompok oposisi melancarkan aksi menentang pemerintah pimpinan Presiden Viktor Yanukovych.

Hari itu, kelompok anti-pemerintah turun ke jalan di Kiev, ibu kota Ukraina, melakukan demonstrasi. Polisi mengira-ngira jumlah mereka 100.000 orang. Nyatanya lima kali lipat, 500.000 orang.

Demonstrasi tersebut dipicu oleh sikap pemerintah yang tidak segera menandatangani kerja sama dengan Uni Eropa— yang menjadi pintu masuk bergabungnya Ukraina dengan Uni Eropa. Pemerintah justru cenderung mendekat lagi ke Moskwa. Kaum oposisi, kaum muda, tidak mau memutar ulang jarum sejarah negerinya kembali ke pelukan Rusia, setelah merdeka dan lepas dari Moskwa pada tahun 1991. Sejak saat itu, November 2013, demonstrasi anti-pemerintah saban hari terjadi di Ukraina.

Namun, hari Minggu itu adalah hari istimewa. Demonstran menumbangkan patung Vladimir Lenin—Bapak Revolusi Uni Soviet. Patung 3,35 meter yang dibangun pada 1946, tak lama setelah Perang Dunia II usai, itu ditumbangkan. Sisa lambang ”bersatunya Ukraina dengan Rusia” mereka hilangkan.

Apakah cerita berhenti sampai di sini? Tidak! Ukraina hingga kini tetap di bawah krisis politik. Belum terlihat tanda-tanda kapan berakhir. Ukraina menjadi korban pertarungan, tarik- menarik antara Barat dan Rusia. Memang, Ukraina masih terjerat antara Timur dan Barat.

Daniel Hatton dalam tulisannya, Did the Orange Revolution change Ukraine’s geopolitical position regarding Russia and the West?, menguraikan tentang posisi ”kagok” Ukraina; tentang Ukraina yang diperebutkan Barat (Eropa) dan Timur (Rusia). Ada dua pertanyaan yang diajukan. Pertama, apakah Ukraina semestinya memiliki orientasi ke Eropa? Dan kedua, mengapa Ukraina mesti memiliki orientasi geopolitik Rusia/Eurasia?

Ya apakah, Ukraina adalah bagian dari Eropa Barat? Atau, apakah Ukraina bagian dari peradaban ortodoks Rusia seperti yang dikemukakan oleh Samuel Huntington dalam The Clash of Civilizations? Atau pilihan ketiga: Ukraina dapat menentukan dirinya sendiri dalam konteks geopolitik.

Kaum nasionalis Rusia berpendapat bahwa Rusia adalah bagian yang terpisah dari Eropa Barat dan perbatasan antara Rusia dan Eropa Barat ada di Ukraina. Karena itu, konsekuensinya, Ukraina tidak bisa berdiri sendiri sebagai negara merdeka. Apalagi, menurut sejarawan Rusia, etnis Ukraina bukanlah etnis yang terpisah dari Rusia, melainkan subetnis Rusia.

Namun, kaum nasionalis Ukraina berpendapat lain. Menurut mereka, orang Ukraina adalah bangsa Eropa, yang memiliki nilai-nilai dan budaya Eropa sebelum dikuasai Rusia. Karena itu, kini saatnya mereka ”kembali ke Eropa”.

Dari sini jelas bahwa posisi kaum nasionalis Ukraina melihat posisi geopolitik asli Ukraina sebagai bagian Eropa Barat. Karena itu, bagi mereka, integrasi dengan Uni Eropa adalah pilihannya. Namun, cita-cita itu tidak akan mudah terwujud. Apalagi kalau sudah bicara soal bergabung Ukraina dalam NATO yang pasti akan dihalangi oleh Moskwa.

Debat posisi geopolitik Ukraina tersebut, jelas, tidak bisa dirujukkan. Dan itu berarti, nasib rakyat Ukraina pun akan terkatung-katung, mengambang antara Barat dan Timur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com