Gul, yang dikenal rajin menggunakan media sosial, menandatangani undang-undang itu pada Selasa (18/2/2014). Tak lama kemudian, 80.000 pengikutnya di dunia maya meninggalkannya.
Padahal, Gul mengatakan, pemerintah akan memperlunak dua ayat yang menjadi perdebatan dalam undang-undang itu, yang menurut oposisi dan aktivis HAM mengekang kebebasan warga negara.
"Saya sadar bahwa masalah utamanya ada di dua hal. Masalah-masalah itu akan diperbaiki dalam undang-undang yang baru," kata Gul yang masih memiliki 4,3 juta pengikut Twitter itu.
Undang-undang baru ini memicu kemarahan baik di dalam negeri Turki maupun di dunia internasional, yang memprihatinkan masa depan demokrasi Turki di bawah PM Recep Tayyip Erdogan.
Erdogan sendiri membantah tuduhan bahwa pemerintahannya akan melakukan sensor internet. Dia mengatakan pengguna internet di Turki justru meningkat hingga 34 juta dari hanya 20.000 orang sejak dia berkuasa pada 2002.
Di bawah undang-undang baru ini, pemerintah lewat Badan Komunikasi dan Telekomunikasi (TIB) berhak meminta penyedia jasa internet memblokir situs-situs yang dinilai menghina atau dianggap menyerang pribadi seseorang.
Namun, kini pemerintah mengusulkan bahwa TIB harus melapor ke pengadilan soal keputusannya memblokir sebuah situs internet.
Selanjutnya, pengadilan harus mengeluarkan keputusan dalam 48 jam atau langlah TIB itu akan menjadi cacat.
Erdogan selama ini sangat menaruh curiga terhadap internet dan menyebut Twitter sebagai "pengacau" karena membantu pengorganiasian massa untuk menggelar unjuk rasa antipemerintah pada Juni tahun lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.