Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seorang Polwan Jadi Kepala Polisi Distrik di Kabul

Kompas.com - 17/01/2014, 11:55 WIB
KABUL, KOMPAS.COM - Seorang polisi wanita (polwan) Afganistan, pekan ini, ditunjuk untuk mengepalai sebuah distrik di ibukota Kabul. Ini merupakan sebuah penunjukkan yang tidak biasa dan berbahaya di negara di mana perempuan hanya punya sedikit hak.

Kolonel Jamila Bayaaz, yang bergabung dengan pasukan kepolisian Afganistan lebih dari 30 tahun lalu, memimpin salah satu distrik perbelanjaan tersibuk di Kabul.

Ketika diwawancarai Rabu (15/1/2014), Bayaaz mengatakan dia berharap penujukkan itu bisa menginspirasi perempuan lain dan secara perlahan meningkatkan jumlah perempuan dalam jajaran kepolisian di era pasca-Taliban.

Salah seorang perempuan calon polisi, kata dia, sudah mengunjungi kantornya dengan membawa lamaran. "Dia sangat senang dan mengatakan kepada saya bahwa ketika dia melihat saya di televisi, dia terdorong untuk berbakti sebagai seorang polwan. Saya terkejut," kata Bayaaz di kantornya, yang dihiasi bunga-bunga dari para simpatisan. "Prioritas saya adalah melindungi perempuan dan membantu mereka masuk kepolisian melalui pekerjaan ini."

Di Afganistan, perempuan bergabung dengan kepolisian merupakan langkah berani serta berisiko. Polwan yang bekerja bersama polisi pria yang jelas bukan kerabat mereka akan menjadikan mereka sebagai sasaran kecaman. Sebagian besar dari mereka dalam kenyataannya memang mengalami pelecehan dari rekan prianya.

Sadar akan risiko itu, para bos Bayaaz memberi dia fasilitas mobil lapis baja dan pengawal berjumlah empat orang, atau dua kali jumlah pengawal untuk polisi pria dengan posisi yang sama.

"Saya tahu ada bahaya dan ancaman dalam pekerjaan ini, tetapi saya tidak khawatir tentang itu. Saya fokus pada pekerjaan saya, bagaimana membuat hal-hal jadi lebih baik," kata Bayaaz.

Pembentukan polwan dianggap sebagai kemenangan penting dari upaya Barat untuk mempromosikan kesetaraan setelah koalisi militer pimpinan AS menggulingkan Taliban tahun 2001.

Perempuan Afganistan harus mengamankan keamanan dasar setelah dipaksa Taliban untuk memakai burqa yang menutup kepala hingga ujung kaki, melarang mereka meninggalkan rumah dan ke sekolah. Namun hasil yang tercapai sejauh ini masih terbatas.

Polwan Diserang

Para perempuan yang menduduki posisi penting sering menjadi sasaran gerilyawan atau kerabat laki-laki mereka yang konservatif. Sejumlah polwan telah menderita beberapa serangan mematikan. Di Provinsi Helmand di Afganistan selatan, seorang perempuan anggota paling senior kepolisian tewas tahun lalu, begitu juga penggantinya.

Jumlah polwan di negara itu sekitar 1.700 orang, jauh di bawah target 5.000 orang yang ditetapkan Presiden Hamid Karzai hingga akhir 2014.

Bayaaz sebelumnya bekerja di Gugus Tugas Peradilan Pidana untuk melacak para penyelundup.

Seperti kebanyakan polwan, dia tidak memakai seragam. Itu merupakan cara untuk tidak menarik perhatian yang tidak diinginkan. Dia bekerja dengan hanya menggunakan jaket warna hijau yang bertatahkan lencana mengkilat dan celana ketat.

Dia telah menyaksikan gejolak yang melanda Afganistan sejak 1980-an. Bayaaz dulu bekerja di bandara Kabul pada masa pendudukan Soviet. Pekerjaannnya ketika itu, kata dia, lebih mudah dari yang sekarang. Pada masa Taliban, dia membesarkan lima anak-anaknya di rumah.

Saat pasukan asing sedang berkemas karena akan angkat kaki dari negara itu dan Afganistan harus bersiap diri, keluarganya sangat mendukung dia. Walau mereka menyadari bahwa itu berbahaya. "Pola pikir orang telah banyak berubah terhadap perempuan dan menjadi lebih radikal," katanya. "Anak-anak saya dan suami khawatir tentang pekerjaan saya, tetapi saya tidak bisa berhenti hanya karena mereka mengatakan demikian."

Kekurangan staf perempuan menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi penyelenggara pemilihan presiden pada April mendatang. Tempat-tempat pemungutan suara dipisahkan berdasarkan jender dan sekitar 12.000 perempuan dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan tubuh perempuan demi mencengah terjadinya pemboman. Tetapi saat ini hanya kurang dari 2.000 polwan yang tersedia.

Penunjukan Bayaaz terjadi di tengah keengganan perempuan korban kekerasan melaporkan pelecehan kepada para petugas polisi. Dari total petugas polisi yang ada saat ini,  hanya satu persen yang perempuan. Budaya impunitas pun masih tetap bercokol di kalangan petugas laki-laki terkait kasus pelecehan.

"Tidak ada yang dituntut, itu sudah pasti. Apa yang biasanya terjadi adalah sejumlah besar beban ditimpakan pada perempuan untuk menarik pengaduan mereka," kata Elizabeth Cameron, penasihat senior Oxfam di Afganistan. "Dengan (adanya penunjukkan perempuan) sebagai kepala distrik itu fantastis dan itu mengirimkan sinyal sangat kuat bagi para polwan di Kabul dan polisi pria."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Reuters
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com