Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Pekerja Demonstrasi, Ratusan Pabrik Garmen Banglades Tutup

Kompas.com - 18/11/2013, 19:37 WIB
DHAKA, KOMPAS.com - Hampir sebanyak 140 pabrik garmen Banglades tutup, Senin (18/11/2013), ketika ribuan pekerja melakukan unjuk rasa terkait upah minimum baru yang ditetapkan.

Aksi protes terkait buruknya upah dan kondisi kerja semakin meningkat setelah ambruknya gedung Rana Plaza pada April lalu yang menewaskan 1.135 orang pekerja.

Pemicu aksi protes terbaru ini adalah ketidakpuasan pekerja terhadap upah minimum yang ditetapkan pemerintah untuk sebanyak empat juta pekerja garmen di negeri itu.

Meski upah minimum bagi pekerja baru sudah dinaikkan hingga 76 persen menjadi 68 dolar AS atau sekitar Rp 700 ribu sebulan pada Desember tahun lalu, serikat-serikat pekerja mengatakan perusahaan mengurangi pekerja terampil, dan memangkas uang makan dan transportasi.

Upah baru ini tetap menempatkan pekerja garmen Banglades sebagai pekerja sektor ini dengan upah terendah di seluruh dunia.

"Setidaknya 10.000 perkerja berunjuk rasa di Konabari. Mereka melemparkan batu ke arah polisi. Lalu kami menembakkan peluru karet dan gas air mata," kata Shamsur Rahman, juru bicara satuan kepolisian industrial.

Rahman menambahkan, penetapan upah minimum baru itu membuat para operator mesin jahit senior marah, karena selisih upah mereka dengan pekerja baru dan tak terampil menjadi sangat tipis.

Shahidullah Azim, wakil presiden Asosiasi Eksportir dan Pengusaha Garmen Banglades, mengatakan aksi unjuk rasa ini mengakibatkan setidaknya 87 pabrik di Ashuila, 37 di Konabari dan 15 lainnya di Gazipur, tutup.

Azim menolak protes dan tuntutan para pekerja terampil. Namun, pemimpin serikat pekerja Babul Akter mengatakan skema upah baru dirasa tidak adil oleh sebagian besar pekerja.

"Para pekerja marah kepada pemerintah karena ingkar janji dan tidak membuat skema upah baru efektif per hari Minggu. Para pekerja terampil tak suka dengan skema ini karena mereka tak mendapatkan kenaikan upah seperti yang diperoleh pekerja baru," ujar Akter.

"Di sejumlah pabrik upah memang dinaikkan, namun uang makan dan transportasi dikurangi," tambah Akter.

Di saat serikat pekerja pro-pemerintah menerima kenaikan upah sebesar 76 persen, maka serikat pekerja berhaluan kiri tetap menolak skema baru dan terus menuntut upah minimum sebesar 100 dolar AS per bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com