Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kiprah Shamsi Ali, Ulama Asal Indonesia di New York

Kompas.com - 05/11/2013, 13:40 WIB

NEW YORK, KOMPAS.com — Memimpin umat Islam di kota besar macam New York bukan perkara gampang, terlebih sejak peristiwa 11 September 2001. Namun Shamsi Ali, imam masjid kota New York kelahiran Tanah Toa, Sulawesi Selatan, ini berhasil menyatukan komunitas Muslim dan non-Muslim di kota itu.

Selama satu dekade, dia selalu berada di mimbar masjid terbesar di New York, Islamic Cultural Center. Di sinilah Shamsi Ali menyampaikan khotbah tentang nilai-nilai demokrasi dan mengecam ekstremis kepada ribuan jemaah.

Di luar masjid, dia mengajarkan kepada FBI dan anggota Kongres tentang hubungan antaragama. Dan, tidak seperti pemuka agama konservatif yang melarang musik, Ali justru menyukai musik rap dan musik hip-hop mogul Russell Simmons.

Pada masa kecilnya, Shamsi mengatakan ia memiliki jiwa pemberontak. Sewaktu remaja ia bahkan pernah memimpin anak-anak desanya berkelahi dengan anak-anak dari desa lain dan berlatih bela diri pencak silat.

"Itu hal lain yang saya suka," kata dia. "Saya suka bertarung."

Anak ketiga dari enam bersaudara ini dibesarkan di sebuah desa berjarak enam jam perjalanan darat dari kota terdekat. Orangtuanya tidak pernah membaca Al Quran, tapi mereka menegaskan bahwa Shamsi harus mempelajarinya.

Pada usia 12 tahun dia didaftarkan di sebuah pesantren dengan disiplin yang sangat ketat, dan ia dengan cepat menjadi siswa unggulan.

"Pada awalnya, rasanya seperti penjara," katanya, "tapi kemudian, saya mulai menyebutnya penjara ilahi." Di sekolah, ia belajar membaca ayat-ayat Al Quran lebih indah daripada anak-anak lain. Dan, dia belajar untuk berkhotbah.

Diterima berbagai kalangan

Perjalanan hidup kemudian membuatnya mendarat di AS pada tahun 1996 ketika ia berusia 29 tahun. Ketika itu Shamsi terkejut mengetahui kenyataan bahwa tidak semua orang Amerika berkulit putih.

Waktu itu ia diminta oleh Duta Besar Indonesia untuk PBB untuk membangun dan mengelola masjid Indonesia di New York. Di sana Shamsi dikenal sebagai pribadi yang mudah bergaul dengan orang dari berbagai kalangan.

Shamsi juga berteman dengan mantan Presiden AS George W Bush. Hanya selang beberapa hari setelah peristiwa 11 September 2001, kota New York memilihnya untuk mewakili komunitas Muslim untuk mengunjungi lokasi kejadian.

Selain Bush, mantan presiden AS lain seperti Bill Clinton juga menuliskan kata sambutan di buku memoarnya yang berjudul "Sons of Abraham", yang ia tulis bersama dengan seorang rabi Yahudi yang juga adalah teman dekatnya.

Berbicara mengenai Islam dan Amerika, Shamsi mengatakan: "Adalah tidak benar bila Amerika dikatakan jelek atau lebih buruk dari negara Islam mana pun. Islam bagi saya adalah tentang keadilan, kesetaraan, toleransi, kebebasan, memberikan hak orang lain, dan menghormati HAM. Tanpa itu semua —bahkan bila anda mengaku seorang religius, atau negara Islam— itu adalah satu kebohongan bagi saya."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com