Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pentagon Kaji Pengamanan Pasca-Penembakan di Washington Navy Yard

Kompas.com - 19/09/2013, 08:59 WIB
WASHINGTON, KOMPAS.COM — Pentagon memutuskan untuk mengkaji ulang prosedur keamanan internal di semua pangkalan militernya di seluruh dunia, Rabu (18/9/2013). Langkah itu diambil menyusul serangan mematikan oleh salah satu karyawan di kompleks militer di Washington, DC, awal pekan ini.

Aaron Alexis (34), orang dalam di jajaran militer, yakni karyawan kontrak pertahanan dan mantan personel cadangan Angkatan Laut Amerika Serikat, telah menembak mati 12 orang dan mencederai 14 lainnya, hari Senin (16/9/2013). Aksi brutal Alexis itu terjadi di kompleks militer Washington Navy Yard.

Motif penembakan Alexis sendiri masih misterius. Aparat masih menyelidiki motif yang mendorong bekas pelaut dengan sejarah indisipliner dan pelanggaran hukum itu sampai nekat melakukan tindakan tersebut.

Alexis tiba di Washington pada 25 Agustus dan tinggal di hotel setempat. ”Namun, motifnya masih merupakan sebuah misteri,” kata Valerie Parlave, Asisten Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) AS.

”Kami terus melakukan wawancara, menggali media digital, dan menyusuri semua petunjuk untuk menyatukan semua kegiatannya akhir-akhir ini dan menemukan motif di balik serangannya itu,” kata Parlave.

Bekas personel cadangan tentara AL AS itu disewa sebagai pekerja subkontrak teknologi informasi (IT) pada perusahaan komputer raksasa, yakni Hewlett-Packard. Dia memasuki kompleks militer Washington Navy Yard, Senin, dengan sebuah senapan berburu yang dibeli secara sah. Demikian kata beberapa sumber pejabat. Pernyataan itu mematahkan laporan sebelumnya bahwa ia memakai senjata serbu.

Untuk menanggapi pertanyaan pihak parlemen mengenai pemeriksaan terhadap karyawan kontrak, ”Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel bermaksud memerintahkan pengkajian kembali pengamanan fisik dan akses ke semua instalasi Departemen Pertahanan (DoD) di seluruh dunia,” kata pejabat senior Pentagon.

UU persenjataan

Gedung Putih mengungkapkan, Presiden Barack Obama juga meminta agar standar yang berlaku bagi pegawai kontrak di semua pangkalan dan agen federal mesti dikaji ulang.

Kongres juga diminta membenahi lagi undang-undang persenjataan, sebagaimana diungkapkan Obama dalam satu wawancara dengan sebuah stasiun televisi berbahasa Spanyol, Telemundo.

Kasus penembakan tetap menyisakan banyak misteri yang harus dijawab otoritas federal. ”Saat kami telah beralih dari fase krisis ke penyelidikan, fokus dan upaya kami mengarah pada beberapa pertanyaan,” kata jaksa penuntut federal AS, Ronald Machen.

”Apa yang menyebabkan pria ini membunuh begitu banyak pria dan wanita tak bersalah itu? Bagaimana ia menjalankan dan merencanakan serangan ini dan bagaimana pula ia mendapatkan senjata,” tutur Machen.

DPR AS berencana mengangkat soal kekhawatiran terkait keamanan atas penembakan itu dalam dengar pendapat di Gedung Komite Angkatan Bersenjata dengan para komandan tingkat atas. Menteri Angkatan Laut Ray Mabus diharapkan hadir.

Harian New York Times melaporkan, Alexis menderita delusi. Disebutkan, dia menelepon polisi Rhode Island bulan lalu untuk mengeluh soal suara-suara yang didengarnya. Ketika polisi mendatangi kamar hotelnya pada 7 Agustus lalu, kepada polisi, Alexis mengatakan, ia telah bertengkar dengan seseorang di bandara Virginia.

Pejabat Pentagon tak bisa dikonfirmasi mengenai gangguan kesehatan mental Alexis. Dia bekerja untuk AL AS antara tahun 2007 dan 2011.

Berbicara kepada jaringan televisi berita CNN, Selasa, juru bicara AL AS Laksamana John Kirby mengatakan, Alexis sebenarnya tidak memiliki catatan buruk. (AFP/REUTERS/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com