Adalah Hillary Clinton, mantan ibu negara Amerika Serikat dan kemudian mantan Menteri Luar Negeri, yang membuat kalimat itu, dan berhasil mengungkit minat banyak kalangan. Dukungan Clinton pada rencana aksi militer Presiden Amerika Barack Obama di luar dugaan.
Dalam pidato itu, Clinton mengutip pesan dari Obama, yang mengatakan bahwa usul baru Rusia agar Suriah menempatkan senjata kimia di bawah kontrol internasional akan menjadi langkah penting. Cara Clinton menarik perhatian soal isu Suriah dan dukungannya ke Obama bakal menjadi kartu menarik untuk potensinya menjadi calon presiden pada 2016.
Clinton mendesak Kongres untuk mendukung Obama, dengan memberikan otoritas aksi militer ke Suriah, sebagai respons dugaan penggunaan senjata kimia oleh rezim Bashar al Assad pada 21 Agustus 2013."Penggunaan senjata penghancur massal yang tak manusiawi oleh rezim Assad melawan orang-orang tak bersalah, perempuan, dan anak-anak melanggar norma universal di jantung tatanan global kita. Karenanya, itu menuntut respons yang kuat dari masyarakat internasional, dipimpin oleh Amerika Serikat," ujar Clinton.
Selain menyampaikan pidato memanfaatkan pertemuan yang jelas-jelas jauh berbeda topiknya, Clinton juga beradu argumentasi di belakang layar. Misalnya, dia menelepon Senator Partai Demokrat dari Arkansas, Mark Pryor, yang menentang rencana Obama. Sebaliknya, Clinton juga menghubungi Senator Partai Demokrat dari New York, Chuck Schumer, yang adalah pendukung rencana Obama.
Sebelum berpidato, Clinton juga bertemu dengan Obama. Percakapan pun dia lakukan dengan Kepala Staf Gedung Putih Denis McDonough.
Meski tak membantah pendapat Obama bahwa ide Rusia soal Suriah merupakan sebuah kemajuan penting, Clinton juga mengatakan, "
Tidak ada alasan untuk menunda ataupun menghalangi (aksi militer ke Suriah)."Saat ini Obama masih menantikan resolusi Kongres untuk dukungan atas aksi militer ke Suriah. Pekan lalu, dukungan sudah didapat Obama dari panel Senat. Sejauh ini dukungan untuk Obama tak cukup meriah, di tengah trauma pengiriman pasukan militer negara itu ke Irak dan Afganistan.