Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Bukti sampai Perang Irak "Jegal" Cameron soal Suriah

Kompas.com - 30/08/2013, 07:39 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Sumber Reuters,
LONDON, KOMPAS.com — Dengan selisih hanya 13 suara, Pemerintah Inggris dikejutkan oleh penolakan parlemen untuk menyetujui keterlibatan militer Inggris ke Suriah. Padahal, Perdana Menteri David Cameron sudah mengemas aksi militer yang diminta sebagai dukungan atas "respons kemanusiaan yang kuat" terhadap dugaan penggunaan senjata kimia oleh rezim Bashar al Assad di Suriah.

Beberapa menit setelah hasil yang tak sesuai dengan kegarangan sikap Pemerintah Inggris sejak isu penggunaan senjata kimia di Suriah ini menguat, Cameron mengatakan, "Jelas bagi saya bahwa parlemen Inggris, yang mewakili pandangan warga Inggris, tidak ingin melihat tindakan militer Inggris (di Suriah)."

Cameron pun menyatakan menerima hasil pemungutan suara yang menghasilkan 285 suara menolak aksi militer ke Suriah dan 272 suara mendukung tersebut. Ia juga berjanji bahwa pemerintah akan bertindak sesuai hasil pemungutan tersebut.

Kekalahan Cameron dalam mendapatkan dukungan dari parlemen memunculkan kemungkinan bahwa Amerika Serikat bakal sendirian bertindak ke Suriah bila memilih jalur militer. "Inggris tidak akan terlibat dalam setiap aksi militer," kata Juru Bicara Downing Street, Kantor Perdana Menteri Inggris.

Dijegal bukti sampai trauma Perang Irak

Pemungutan suara yang berlangsung pada Kamis (29/8/2013) malam waktu setempat atau Jumat (29/8/2013) dini hari waktu Indonesia itu dilakukan setelah perdebatan sengit selama tujuh jam di House of Commons.

Salah satu perseteruan pendapat yang paling keras dalam perdebatan itu adalah apakah serangan militer terhadap rezim Assad akan menghalangi penggunaan lebih lanjut terhadap senjata kimia di negara yang terkoyak perang saudara sejak 2011 tersebut. "Atau malah membuat konflik lebih buruk?" demikian pertanyaan berulang yang muncul di ruang sidang parlemen.

Cameron adalah salah satu pemimpin pemerintahan yang paling awal dan keras menyikapi dugaan penggunaan senjata kimia oleh rezim Assad dalam serangan pada hari Rabu (21/8/2013). Dia menyebutkan, serangan itu merupakan penggunaan senjata kimia yang paling memuakkan.

"Kita tak bisa tinggal diam. Jika tidak ada yang dilakukan, (rezim Assad) akan menyimpulkan bahwa senjata kimia bisa dipakai lagi dan lagi, dan pada skala yang lebih besar, tanpa ada hukuman pula," papar Cameron berulang kali.

Namun, perlawanan pertama yang didapatkan Cameron justru datang dari Partai Buruh yang menjadi oposisi dan bahkan dari kubu Partai Konservatif yang mengusungnya. Cameron dihadang gelombang besar "kekhawatiran bahwa Inggris tergesa-gesa untuk perang, tanpa ada bukti meyakinkan bahwa Assad telah menggunakan gas (beracun) untuk rakyatnya sendiri".

Cameron mengaku tak bisa menyatakan 100 persen siapa pelaku serangan di kawasan timur Damaskus, Suriah, Rabu tersebut. Namun, dia pun menyatakan hanya ada sedikit keraguan bahwa Assad memang berada di balik serangan itu.

Komite Intelijen Gabungan Inggris merilis bukti, Kamis (29/8/2013), bahwa senjata kimia memang "tak diragukan" telah dipakai dalam serangan pada Rabu dini hari tersebut dan menewaskan 300 orang. Laporan intelijen itu menambahkan "sangat mungkin" bahwa Pemerintah Suriah adalah pihak yang bertanggung jawab atas serangan itu. Rezim Assad telah membantah tudingan yang diarahkan kepada mereka.

Partai Buruh Inggris mengusulkan gerakan alternatif untuk terlebih dahulu mencari bukti kuat bahwa memang serangan itu dilakukan oleh rezim Assad, sebelum memutuskan apakah Inggris akan melibatkan diri dalam aksi militer ke Suriah. Namun, usul alternatif ini pun mentah di parlemen Inggris.

Demi merespons perkembangan di Suriah, Cameron telah memperpendek liburan musim panasnya dan memanggil para anggota parlemen berkumpul di London untuk rapat darurat. Sebagai pukulan terburuk untuk Cameron, dari 285 suara yang menentang inisiatifnya membawa militer Inggris ke Suriah, 30 di antaranya berasal dari koleganya di Partai Konservatif dan 9 yang lain adalah suara dari Partai Demokrat Liberal yang menjadi mitra koalisinya.

Menteri Pertahanan Inggris Philip Hammond memperingatkan bahwa hasil pemungutan suara ini akan berimbas pada apa yang dia sebut sebagai "hubungan khusus Inggris dengan Amerika Serikat". Namun, dia berkeyakinan bahwa Amerika tahu betul proses apa yang dilalui Inggris untuk sampai pada keputusan ini.
"Mereka selalu mengerti bahwa agar bisa terlibat dalam aksi militer, kita harus mendapatkan persetujuan dari parlemen," kata Hammond.

Trauma perang Irak merupakan isu lain yang juga cukup mencuat dalam tujuh jam perdebatan parlemen Inggris soal Suriah. Pada 2003, parlemen Inggris memberikan persetujuan pada pemerintahan Perdana Menteri Tony Blair untuk bergabung dalam invasi militer Amerika Serikat ke Irak, berdasarkan tuduhan penggunaan senjata pemusnah massal oleh Saddam Hussein. Tudingan penggunaan senjata pemusnah tak juga terbukti, sementara Inggris telanjur terlibat perang bertahun-tahun di Irak.

Namun, Cameron tegas menjawab, "Ini bukan seperti Irak.... Apa yang kita lihat di Suriah secara fundamental berbeda!" Sebelum keputusan parlemen ini, Cameron juga sudah "dipermalukan" ketika pada Rabu (28/8/2013) malam dia dipaksa menyetujui Inggris tak akan mengambil langkah serangan militer sebelum Tim Pemeriksa PBB kembali dari lokasi serangan di Suriah.

Jajak pendapat menunjukkan bahwa publik Inggris sangat menentang keterlibatan negara itu dalam serangan militer ke Suriah. Survei dari YouGov untuk The Times, misalnya, mendapatkan hanya 22 persen warga mendukung penembakan rudal ke instalasi militer Suriah.

Inggris telah mengirimkan enam jet tempur Typhoon ke pangkalan militer mereka di Akrotiri, Siprus, pada Kamis (29/8/2013), sebagai "langkah jaga-jaga". Kementerian Pertahanan Inggris menyatakan, keenam pesawat ini tidak akan dilibatkan langsung seandainya Inggris memutuskan menggelar aksi militer ke Suriah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Reuters,
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com