Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang Pengungsi Suriah Banjiri Athena

Kompas.com - 28/08/2013, 15:08 WIB
Oleh: Agus Morales

SETELAH dua tahun lebih dalam peperangan, warga Suriah menjadi kelompok pendatang terbesar di Yunani

“Saat itu jam 5 pagi. Adik perempuan saya memasak sarapan yang sangat enak. Saya lalu masuk mobil dan berangkat menuju perbatasan Suriah-Turki.”

Lawand Deek, pemuda berusia 21 tahun yang berasal dari Provinsi Ar-Raqqah, menulis catatan harian tentang eksodus mereka dari Suriah. Jumlah halaman yang ia tulis terus bertambah. Sewaktu kecil, Lawand berharap bisa melanjutkan studi ke Kanada, namun setelah permohonan visanya ditolak, dia mengubur impiannya dan kemudian kuliah di Damaskus, dimana ia belajar bahasa Inggris. Setelah perang sipil meletus, dia terpaksa meninggalkan provinsi Ar-Raqqah karena sejumlah aksi kekerasan yang terjadi di daerah tersebut. Tidak butuh waktu lama baginya untuk bisa keluar dari Suriah. Dia tidak ingin berakhir di salah satu kamp pengungsian di perbatasan, dan memilih menuju ke arah barat laut.    

“Saya melintasi perbatasan Turki dan melewati banyak kota hingga akhirnya sampai di Istanbul,” ujar Lawand. Dia menghubungi agen penyelundup manusia yang setuju membantunya sampai ke Eropa. Sebagai salah satu dari 25 orang kelompok pengungsi Suriah, Lawand berangkat menuju Izmir, sebuah kota di pantai barat Yunani. Di Izmir, mereka menumpang pada sebuah perahu kecil dan berlayar melintasi laut Aegea menuju pulau Lesvos, Yunani. “Kami telah mencoba empat kali,” ujar Lawand. “Baru kali ini kami berhasil. Ada dua orang anak-anak ikut bersama kami. Saya sedikit takut karena kami melakukan perjalanan pada malam hari dan perahu yang kami tumpangi sangat kecil. Sangat menakutkan sekali."

Penjaga pantai Yunani melihat perahu tersebut datang dan membantu mereka mencapai pinggir pantai. Mereka termasuk beruntung . Sebelumnya pada bulan Maret tujuh orang warga Suriah meninggal karena perahu yang mereka tumpangi terbalik ketika mencoba berlabuh di Pulau Lesvos.   

Warga Suriah merupakan kelompok pendatang baru terbesar yang datang ke kepulauan Aegea, pelabuhan utama untuk masuk ke Yunani dan negara-negara Uni Eropa lainnya. "Sejak 2004, sebagian besar pendatang yang melewati jalur ini adalah warga Afganistan tetapi sekarang, untuk pertama kalinya, warga Suriah mendominasi,” kata Ioanna Kotsioni, ahli migrasi MSF.

Berdasarkan data dari kepolisian Yunani, pada 2012, hampir 8.000 warga Suriah tiba di Yunani melalui jalur yang tidak biasa, dibandingkan dengan jumlah mereka pada empat bulan pertama tahun ini yang hanya 1.709 orang. Dulu, para pendatang dan pengungsi memilih melewati jalur darat di perbatasan Turki dan Yunani di daerah Evros, di bagian utara, tetapi pada musim panas 2012 pemerintah Yunani membangun tembok pembatas yang tinggi dan menempatkan 2.000 pasukan pengamanan untuk memutus gelombang pengungsi yang terus berdatangan. Itulah yang kemudian membuat mereka melirik jalur baru menuju kepulauan Aegea. Tahun lalu, MSF memberikan bantuan di dua titik tersebut (Evros dan kepulauan Aegea) kepada para pendatang, yang beberapa di antaranya tengah menjalani hukuman penahanan selama beberapa bulan secara bersamaan. Sekitar 1.500 pendatang yang dibantu MSF merupakan warga negara Suriah.  

Meski hukum Yunani memberikan hukuman hingga 18 bulan bagi pendatang gelap, namun sejak April 2013, warga Suriah yang bisa menunjukkan tanda pengenal kewarganegaraan tidak lagi ditahan pada saat kedatangan. Lawand dan teman-teman seperjalanannya menghabiskan satu malam sebagai tahanan penjaga pantai, dan satu malam berikutnya di kantor polisi. Polisi kemudian memberikan dokumen yang mengizinkan mereka untuk tinggal selama enam bulan di Yunani. Setelah itu, mereka harus mengajukan perpanjangan surat izin tinggal atau meninggalkan negara tersebut.

Begitu menerima surat-surat tersebut, Lawand membeli tiket feri untuk pergi ke Athena,  ibukota Yunani. “Tak ada kata-kata yang bisa mewakili perasaan saya saat ini. Saya merasa bebas dan bahagia karena bisa keluar dari Suriah,” ujarnya. Awalnya, ketika kapal feri yang ia tumpangi tiba di pelabuhan Piraeus, dekat Athena, semuanya berjalan lancar. Begitu masuk dan menginjakkan kaki pertama kali di Yunani, Lawand terkejut mendapati kedua tangannya dipegang dari kedua sisi oleh petugas kepolisian. Dia ditahan selama beberapa jam dan diinterogasi oleh badan keamanan perbatasan luar Uni Eropa, yang dikenal dengan Frontex, sebelum kemudian dibebaskan. “Mereka tahu saya bisa bahasa Inggris. Saya menceritakan kepada mereka semua yang saya tahu dan mereka membebaskan saya,” ujar Lawand.  

Di Yunani, kesulitan yang dialami para pendatang Suriah dan negara lainnya tidak itu saja. “Sebagian besar telah membayar lunas biaya pemberangkatan kepada para penyelundup,” kata Kotsioni. “Dan mereka tak pernah mendapatkan bantuan dalam bentuk apapun dari pemerintah Yunani.” Banyak dari pendatang melarikan diri dari negara-negara konflik seperti Afganistan, Irak dan Suriah. Tidak hanya sambutan yang kurang baik, para pendatang di Eropa juga menjadi korban rasisme.   

Bagi kebanyakan pendatang, ibukota Yunani tersebut hanyalah tempat transit semata. “Saya tak pernah menyangka kalau Athena itu seperti ini,” kata Lawand, yang sebelumnya tidak pernah keluar dari Suriah. “Saya membayangkan kalau Athena itu seperti kota-kota Eropa lainnya – seperti kota di Jerman atau Inggris.” Lawand baru dua hari di Athena dan terlihat lelah. Dia tidak tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya – pergi ke Kanada atau Inggris untuk menuntaskan studinya, atau mencari kerja di ibukota Yunani tersebut.

Agus Morales, reporter untuk Médecins Sans Frontières (MSF). Saat ini ia bekerja sebagai penasihat komunikasi untuk situasi darurat dan pernah bekerja di Sudan Selatan dan Suriah.

Baca juga:
Pengungsi Suriah: Antara Arab dan Eropa
Saat Ruang Kerja Dokter Hanya Sebuah Kontainer Besi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com