Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Suriah Bawa Puncak Babak Baru Perseteruan Rusia dan Barat

Kompas.com - 27/08/2013, 04:08 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Sumber
MOSKWA, KOMPAS.com — Perselisihan Rusia dan Barat terkait konflik Suriah pekan ini mencapai puncak. Senin (26/8/2013), Rusia memperingatkan Amerika dan para sekutunya bahwa aksi militer ke Suriah tanpa dukungan penuh Dewan Keamanan PBB akan memunculkan keraguan apakah memang rezim Bashar al Assad menggunakan senjata kimia pada rakyatnya sendiri dalam serangan pada Rabu (21/8/2013) dini hari.

Dugaan penggunaan senjata kimia dalam serangan itu telah membuka babak baru perselisihan Rusia dan Barat. Kedua kutub menawarkan interpretasi yang jauh berbeda soal hal ini. Inggris, Perancis, Turki, dan Amerika Serikat berkeyakinan Assad berada di balik penggunaan senjata kimia dalam serangan ke Damaskus itu, sementara Rusia percaya serangan tersebut merupakan taktik kubu oposisi untuk mendiskreditkan rezim Assad yang menjadi sekutu tradisional Kremlin.

Pembicaraan telepon antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Inggris David Cameron menggarisbawahi jurang perbedaan antara Rusia dan Barat. Putin berpendapat tidak ada bukti bahwa telah terjadi serangan senjata kimia dan siapa yang bertanggung jawab kalaupun ada. Sementara menurut juru bicara kantor Perdana Menteri Inggris di Downing Street London, Cameron bersikeras hanya ada sedikit keraguan terhadap dugaan penggunaan senjata kimia oleh rezim Assad.

Amerika dan negara-negara sekutunya semakin menyuarakan kemungkinan bakal digelarnya aksi militer ke Suriah. Sementara Rusia menyatakan intervensi tersebut akan mengguncang seluruh Timur Tengah dengan alasan yang salah.

Upaya mendorong aksi militer ke Suriah pun kemungkinan besar akan dilakukan tanpa mandat dari Dewan Keamanan PBB. Selain Rusia yang jelas-jelas berbeda kubu, China pun hampir pasti akan memakai hak veto di dewan tersebut untuk mencegah persetujuan.

Inggris bersama sekutu kuatnya yang anti-Assad, Turki, mengangkat kemungkinan terjadinya kembali konfrontasi dengan Rusia seperti pada 2003 dan 1999. Pada 2003, sekutu menginvansi Irak, sementara pada 1999 NATO melakukan serangan udara ke Kosovo, yang keduanya dilakukan tanpa dukungan DK PBB.

"Jika kekerasan digunakan tanpa resolusi PBB, itu akan menyebabkan konsekuensi yang sangat serius dalam hubungan antara Rusia dengan Amerika Serikat dan mitra NATO-nya," kata Alexander Filonik, pakar Timur Tengah di Institut Studi Oriental Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia.

Dalam konferensi pers Senin (26/8/2013), Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, penggunaan kekuatan militer terhadap Suriah tanpa persetujuan PBB akan menjadi "pelanggaran yang sangat berat terhadap hukum internasional".

Lavrov pun menyatakan ide Barat untuk menyerang Suriah dengan alasan merobohkan infrastruktur rezim militer dan membantu kubu oposisi sebagai bukan hanya ilusi, melainkan kesalahan besar yang tidak akan membawa perdamaian, tetapi hanya menandai babak berdarah baru di Suriah.

"Moskwa tidak bisa membiarkan hal itu berlalu tanpa jawaban," tegas Lavrov. Dia pun menambahkan Rusia dapat memukul balik aksi militer Barat melalui penguatan kerja sama militer dengan rezim Assad.

Ketegangan ini pun tergambar jelas di media-media Rusia pro-Kremlin, yang terang-terangan memuat wawancara Assad. Salah satunya, Izvestia, mengutip dalam wawancara itu bahwa Assad menyatakan terima kasih pada dukungan Rusia dan mengejek Barat dengan menyebut "omong kosong" untuk tudingan penggunaan senjata kimia. Assad pun memperingatkan Amerika bahwa semua serangan ke Suriah hanya akan menuai kegagalan.

Sementara Kepala Majelis Rendah Parlemen Rusia dari Komite Urusan Luar Negeri Alexei Pushkov membuat pernyataan provokatif melalui jejaring media sosial Twitter. "London dan Washington ... hanya perlu vonis bersalah (untuk Assad). Setiap putusan lainnya akan ditolak," tulisnya.

Para petinggi Rusia pun satu nada mengolok Amerika dengan menyebut rencana serangan ke Suriah tak beda dengan invasi Amerika ke Irak yang disebut Putin dilakukan "berdasarkan kecerdasan yang cacat tentang kepemilikan senjata pemusnah massal oleh rezim Saddam Hussein".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com