“Saya kaget melihat kotak hitam itu tak berhasil menutupi gambar sepenuhnya, tapi juga sedikit senang karena pada awalnya memang kami mau menerbitkan tanpa kotak-kotak hitam tersebut,” tutur Hannah Ryan, editor Honi Soit, koran kampus tertua di Australia itu, seperti dikutip dari Sydney Morning Herald, Kamis (22/8/2013).
Para pengasuh koran tersebut sebelumnya memang berencana menerbitkan gambar vagina tanpa sensor. Namun, Dewan Mahasiswa menuntut sebagian gambar ditutup dengan kotak hitam. Setelah berunding dengan penasihat hukum, para pengasuh setuju menyensor gambar untuk menghindari tuntutan hukum.
Pemuatan gambar tersebut terkait pernyataan pendapat tentang kepemilikan tubuh. "Kami jenuh pada masyarakat yang mendiktekan segala hal tentang bagaimana kami harus merasakan tubuh kami sendiri. Kami jenuh untuk mengaitkan perasaan cemas dengan vagina kami,” tutur redaksi koran kampus ini dalam sebuah pernyataan. “Halaman depan ini dimaksudkan untuk memberi rasa percaya diri pada perempuan.”
Pekan lalu, para pengasuh koran kampus mengundang mahasiswi untuk memotret vagina mereka untuk dipampang di halaman depan. “Kami menghubungi mahasiswi yang kami kenal dan mendapat respons yang hangat,” tutur Hannah Ryan.
Wakil Rektor Universitas Sydney, Michael Spence membela kebebasan editorial koran kampusnya tapi mengkritik gambar tersebut. “Gambar itu merendahkan perempuan, menurut saya pribadi, tapi saya sadar saya bukan target audiens Honi Soit. Namun, dewan mahasiswa di Universitas Sydney punya tradisi panjang soal kebebasan dan kami akan terus mendukung kebebasan ini,” tutur Spence.
Hannah Ryan menambahkan ia tak terlalu menggubris kemungkinan pelanggaran hukum demi mengusung pendapat yang ingin mereka sampaikan. “Motivasi di balik suguhan di halaman depan ini adalah untuk menyampaikan pesan pada perempuan bahwa vagina mereka hanyalah bagian dari tubuh mereka, sama seperti bagian tubuh lainnya," kata dia.