Ester Lince Napitupulu
Sonny (38) tak ingin penyandang tunanetra terjebak pilihan hidup yang terbatas sebagai tukang pijat dan pengamen. Ia bersama teman-teman, para penyandang tunanetra, sejak 2006 mendirikan Yayasan Elsafan yang menyediakan layanan pendidikan dan panti bagi anak-anak tunanetra, terutama anak dari keluarga tidak mampu.
”Keinginan kami sempat dipandang sinis. Ada yang bilang orang buta, kok, mengurus orang buta, mengurus diri sendiri saja sulit. Namun, nyatanya lembaga pendidikan bagi anak-anak tunanetra ini terus berkembang,” ujarnya.
Sekolah dan panti Yayasan
Anak-anak tunanetra yang terlambat menikmati bangku sekolah atau ”disembunyikan” keluarga diajak bergabung. Selain dari Jakarta dan sekitarnya, mereka, antara lain, juga dari Pontianak dan Medan.
Dari 41 siswa, sebanyak 60-70 persen tak membayar karena berasal dari keluarga tidak mampu.
Pendidikan yang ia kembangkan memberi layanan individual, mendorong setiap anak berkembang sesuai potensinya. Anak-anak tunanetra itu umumnya berbakat di bidang vokal, alat musik, teknologi komputer, dan olahraga.
”Kami sediakan ekstrakurikuler (ekskul) sesuai minat dan bakatnya. Mereka dibimbing mengembangkan bakatnya agar kelak mandiri dengan apa yang dia bisa,” ujar Sonny yang hobi bermain drum.