Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Telah Terima Penghargaan walau Ada Kontroversi

Kompas.com - 31/05/2013, 11:47 WIB

NEW YORK, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Kamis (30/5/2013), telah menerima penghargaan kenegarawanan dari sebuah yayasan antaragama AS yang berharap hal itu bisa mendorongnya mempromosikan kebebasan beribadah dan toleransi di Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia.

Sementara di dalam negeri, kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) dan sejumlah organisasi keagamaan terkejut dengan penghargaan untuk SBY itu. Mereka menilai SBY melakukan terlalu sedikit hal untuk menekan gelombang kekerasan yang meningkat terhadap kelompok minoritas agama di Indonesia.

Rabbi Arthur Schneier dari Appeal of Conscience Foundation (ACF), yayasan yang memberi penghargaan itu, secara implisit mengakui kontroversi tersebut. Sang Rabbi mengatakan, "anda sangat memahami bahwa pekerjaan tersebut belum selesai. Ini hanya sebuah langkah ke arah yang benar."

Kantor berita AP melaporkan, SBY, yang tidak menyebut tentang hak-hak beragama dalam sambutannya, menerima penghargaan itu atas nama seluruh rakyat Indonesia. Ia mengatakan "kenegarawanan bisa kolektif". SBY mengatakan bahwa dia mengharapkan "suatu masyarakat yang harmonis yang didirikan atas dasar perdamaian dan kemakmuran."

ACF telah memberikan penghargaan "world stateman" selama beberapa dekade, dan tanpa ada kontroversi, kepada para pemimpin seperti Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher dan mantan Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger.

Kissinger yang menyerahkan penghargaan tersebut kepada SBY. Menurut AP, Presiden Barack Obama mengirim surat kepada SBY yang memuji penghargaannya itu. Hal yang sama dilakukan mantan presiden Timor Leste, Jose Ramos-Horta, yang memandu negaranya lepas dari Indonesia tahun 1999.

Namun, Usman Hamid, aktivis Kontras, mempertanyakan kredibilitas yayasan itu dalam memberikan penghargaan kepada SBY. Presiden SBY, kata Usman, "masih jauh dari melindungi kaum minoritas dari hal-hal yang tidak toleran."

Franz Magnis-Suseno, dosen di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, sebelumnya bahkan sudah mengirim surat kepada ACF yang menyayangkan rencana yayasan itu akan memberikan penghargaan kepada SBY. Presiden SBY dinilai tidak berbuat banyak untuk melindungi kaum minoritas agama di Indonesia. Karena itu, merupakan hal yang memalukan bagi yayasan tersebut dengan memberi penghargaan kepada SBY.

Peneliti di Human Rights Watch (HRW), Andreas Harsono, mengatakan, pemerintahan SBY pada dasarnya telah meletakkan infrastruktur hukum yang mendiskriminasikan minoritas agama. "Dia membuat mereka jadi warga negara kelas dua," kata Harsono.

HRW telah melaporkan peningkatan yang ajeg terkait serangan brutal selama beberapa tahun terakhir karena kegagalan pemerintah mengatasi pelecehan terhadap orang Kristen, Muslim Syiah, dan Ahmadiyah. HRW mengutip laporan dari Setara Institute yang mencatat terjadi 264 serangan terkait agama tahun lalu. Jumlah itu naik dari 244, tahun sebelumnya, dan 216 pada tahun 2010.

Seorang pejabat senior Deplu AS, Dan Baer, pekan lalu menyatakan keprihatinan terkait serangan tersebut dan tanggapan tidak efektif Pemerintah Indonesia. Menurut Baer, hal itu mengancam akan merusak reputasi Indonesia sebagai bangsa yang punya toleransi beragama. Dia juga menyebut sebuah "tren yang mengganggu" dalam penutupan paksa gereja-gereja, termasuk 50 gereja hanya pada tahun 2012, dan sejumlah masjid Ahmadiyah.

Direktur Advokasi HRW Asia John Sifton mengatakan, masalahnya adalah SBY "menunjuk menteri agama dan menteri dalam negeri yang konservatif yang dibawa ke pemerintah sebagai kompromi politik."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com