Simon Saragih
Dalam kultur gereja, sebenarnya tak ada yang perlu dikagetkan karena pemilihan Paus selalu dianggap buah dari lantunan ”Veni Creator Spiritus”. Sebelum diambil sumpah di Kapel Sistina, sebanyak 115 kardinal beriringan masuk kapel dengan menyanyikan lagu itu. Intinya memohon pendampingan Tuhan saat konklaf.
Namun, dari sisi manusiawinya, tetap ada rasa penasaran, bagaimana Bergoglio terpilih menjadi Paus?
Sebenarnya, mudah saja untuk menjelaskannya. Sejumlah pakar Vatikan mencatat, Bergoglio berada pada urutan kedua setelah Kardinal Joseph Ratzinger (Jerman) yang kemudian menjadi Paus Benediktus XVI pada konklaf 2005. Sejak itu, nama Bergoglio sudah ada dalam benak para kardinal.
Sikapnya yang antikorupsi, pendukung keadilan sosial, sikap kukuhnya soal doktrin konservatif, menarik perhatian warga. Ini menarik juga bagi para kardinal. Cara hidupnya yang sederhana, dan jauh dari sikap feodal juga menarik perhatian.
”Dia memberi sinyal kesederhanaan,” kata Kardinal Donald Wuerl, Uskup Agung Washington, AS. ”Dalam banyak hal, dia sangat bersahabat, tetapi kukuh. Dia amat menyenangkan dan hampir tanpa ada ketakutan, sekaligus sungguh bersikap seorang pastor dan peduli kepada orang lain. Itu cocok dengan tantangan sekarang ini,” kata Wuerl.
Kardinal Thomas Collins, Uskup Agung Toronto, Kanada, berpendapat sama. ”Dia peduli, menyenangkan. Kami mengapresiasi talenta yang dia miliki dan itu merupakan hadiah. Dia mencintai umatnya di Buenos Aires. Sejarah pelayanannya sudah terkenal,” kata Collins.
Saat makam malam bersama seusai konklaf di Rumah Santa Marta, Kardinal Timothy Dolan, Uskup Agung New York, mengenang Bergoglio bercanda. ”Semoga Tuhan memaafkan Anda semua,” ujar Bergoglio, kepada para kardinal yang telah memilihnya sebagai Paus.