Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Impian Soekarno dan Jawaharlal Nehru

Kompas.com - 02/03/2013, 09:26 WIB

KOMPAS.com - Tahun 2006, bandar udara di New Delhi tidak lebih indah dari Bandara Soekarno-Hatta. Namun, kini bandara itu berubah modern dan melayani 32,1 juta penumpang per tahun. Ini adalah salah satu simbol pesat kemajuan ekonomi India serta menjadi tempat transit para penumpang untuk urusan turisme, bisnis, konsultasi, dan semacamnya.

Goldman Sachs menyimpulkan India akan menjadi kekuatan ekonomi besar berkat reformasi ekonomi sejak 1991. Liberalisasi ekonomi, walau berjalan lambat karena terpengaruh paham sosial mazhab Fabian Inggris, berhasil mendongkrak kemajuan perekonomian.

Sebanyak 1,2 miliar jiwa penduduk India akan menjadi sumber tambang emas. Duta Besar India untuk RI Gurjit Singh yakin soal itu. Miliaran jiwa penduduk membutuhkan minyak sawit dan batubara, yang kini menjadi andalan utama ekspor Indonesia ke India.

Banyak kebutuhan lain yang bisa menjadi kesempatan bisnis bagi Indonesia di India. ”Jangan hanya lihat saat ini. Di masa depan, potensi India itu sangat besar,” kata Dubes RI untuk India Rizali Wilmar Indrakesuma.

Pertanyaanya, bagaimana agar kedua negara semakin dekat soal bisnis. Masih kecil potensi yang termanfaatkan. Nilai perdagangan bilateral RI-India baru 20 miliar dollar AS dengan India mengalami defisit 10 miliar dollar AS. ”Nilai perdagangan ini segera ditingkatkan menjadi 25 miliar dollar AS untuk tahun 2014,” kata Singh seraya menambahkan, India berharap hubungan yang berimbang.

Untuk meningkatkan interaksi bisnis dan investasi, India akan melanjutkan program rutin mendatangkan pebisnis India ke Indonesia dan sebaliknya.

”Saya siap menjadi fasilitator pengusaha kedua negara yang ingin memperdalam hubungan ekonomi,” kata Rizali.

Dari sisi pemerintahan, kedua negara tergolong dekat. Hubungan saling mendikte dan menekan hampir tidak terjadi di antara kedua negara. Di India, figur Soekarno dan kedekatannya dengan almarhum Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru masih dikenang kuat.

”Kini impian hubungan selatan-selatan, menggantikan dominasi utara atas selatan yang sempat terabaikan, semakin terbuka,” kata Singh.

Soekarno-Nehru termasuk penggagas ide kekompakan Asia-Afrika, kekuatan selatan-selatan. Hubungan itu agak terganggu karena Perang Dingin dan kiblat India ke sosialis, sementara Indonesia kelak mengacu ke Barat.

Namun, India sudah 20 tahun mencanangkan ”look east policy”. Pemerintah India secara rutin menjalankan program Dialog Delhi setiap tahun, ajang untuk mendekatkan India-ASEAN, sebagaimana dinyatakan Menteri Luar Negeri India Salman Khurshid.

Semoga langkah ini memudahkan pembinaan hubungan dan membuat regulator Indonesia semakin mudah menerima pebisnis India serta sebaliknya. Korporasi farmasi India gagal meraih kesempatan bisnis di Indonesia karena regulasi ketat walau perusahaan farmasi India menawarkan obat yang jauh lebih murah.

Apa arti dan kesempatan peningkatan hubungan itu bagi rakyat kedua negara di luar kepentingan bisnis? Semakin banyak warga India berkunjung ke Indonesia, sekitar 150.000 orang per tahun, terutama ke Bali.

Banyak universitas di India yang berkualitas dan menjadi alternatif sekolah bagi pelajar Indonesia, yang selama ini cenderung memilih Eropa, Amerika Serikat, dan Australia. ”Kita mulai memberi beasiswa bagi pemuda dan akan meningkatkannya,” kata Singh.

Para dosen dan universitas di India sangat antusias membuka jaringan di Indonesia meski belum mulus.

Keseriusan pemerintah kedua negara dan kontak intensif warga tampaknya diperlukan untuk mewujukan potensi yang nyata.

”Negara dan rakyat Anda terkait hubungan darah dan budaya di awal sejarah. Kata ’India’ pastilah bagian dari kehidupan kami karena tiga huruf awalnya juga menjadi nama yang kami pilih untuk bumi pertiwi dan ras kami,” demikian tulisan Soekarno kepada Nehru, 17 Agustus 1946, yang dikutip kembali di situs The Hindu Times edisi 25 Januari 2011 oleh mantan Dubes India untuk Indonesia Navrekha Sharma.

Tampaknya impian Soekarno-Nehru seperti kembali hidup. (Simon Saragih)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com