Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis Dianggap sebagai Bajak Laut

Kompas.com - 28/02/2013, 08:12 WIB

SAN FRANCISCO, KOMPAS.com - Perseteruan antara para aktivis lingkungan yang antiperburuan paus dan para pemburu paus dari Jepang memasuki babak baru setelah sebuah pengadilan banding di Amerika Serikat menyebut para aktivis tersebut sebagai ”bajak laut”.

Putusan ini membuka jalan bagi Jepang, yang menyebut para aktivis itu sebagai ”teroris”, untuk melancarkan langkah hukum lebih jauh terhadap mereka.

Putusan tersebut dibuat oleh Pengadilan Banding Wilayah 9 AS yang berada di kota San Francisco, AS, Senin (25/2) malam waktu setempat. Pada hari yang sama, beberapa kapal organisasi pelestari kehidupan satwa liar di lautan, Sea Shepherd Conservation Society (SSCS), terlibat bentrokan dengan armada kapal pemburu paus milik Jepang di perairan Samudra Selatan dekat Antartika.

Dalam amar putusannya, Hakim Ketua Alex Kozinski menyatakan, serangan agresif para aktivis SSCS terhadap armada penangkap paus Jepang adalah tindakan yang ”membahayakan nyawa” manusia.

Kozinski juga menyebut apa yang mereka lakukan di laut tak ada bedanya dengan tindakan bajak laut.

”Bajak laut tak selalu harus mengenakan kaki palsu dan penutup mata,” kata Kozinski, yang memimpin tim beranggotakan tiga hakim.

”Jika Anda menabrakkan kapal ke kapal lain, melemparkan botol berisi larutan asam, menarik tali baja di air untuk merusak baling-baling dan kemudi kapal lain, menembakkan bom asap dan peluru suar, serta mengarahkan sinar laser ke kapal-kapal lain, Anda tak diragukan lagi adalah seorang bajak laut,” tulis Kozinski dalam putusannya.

Kozinski menegaskan, mereka tetap bisa disebut sebagai bajak laut meski merasa memiliki tujuan yang sangat mulia.

Operasi perburuan

SSCS yang bermarkas di Friday Harbor, Negara Bagian Washington, AS, sudah bertahun-tahun melancarkan operasi perburuan terhadap kapal-kapal penangkap paus Jepang di kawasan Antartika. Mereka berusaha menghalangi kapal-kapal Jepang membunuh paus-paus di kawasan suaka alam tersebut.

Selama ini, Jepang terus mengirimkan kapal-kapal penangkap pausnya ke kawasan Samudra Selatan dengan dalih melakukan riset ilmiah. Kapal-kapal itu dioperasikan Institut Riset Paus Jepang (ICR), yang secara terbuka mengakui bahwa ”produk sampingan” riset berupa daging paus-paus itu memang dijual untuk menjadi makanan.

Perburuan dan perdagangan paus dilarang secara internasional sejak 25 tahun silam. Akan tetapi, konvensi internasional itu masih mengizinkan penangkapan dan pembunuhan paus untuk keperluan riset. (AFP/AP/BBC/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com