Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Mereka Bersama Para Malaikat?

Kompas.com - 18/12/2012, 08:36 WIB

Isak dan tangis memenuhi ruangan tempat upacara mengenang para korban penembakan di Newtown, Connecticut, ketika Presiden AS Barack Obama membacakan nama kedua puluh anak kelas I SD yang menjadi korban dalam tragedi tersebut. Obama membacakan nama depan anak-anak itu dengan perlahan, dalam saat yang paling memilukan pada upacara Minggu malam itu.

Ada air mata dan pelukan, tetapi juga senyum dan jabat tangan menguatkan. Semua bercampur dengan perasaan tidak percaya yang masih tersisa tentang bagaimana kekejian seperti itu bisa terjadi.

Obama mengatakan, dia akan berupaya sekuat tenaga untuk mencegah penembakan seperti itu terulang kembali,

Dia meminta perubahan dalam cara negeri itu berurusan dengan kekerasan senjata walau dia menghindari penggunaan kata ”pengendalian senjata api”.

”Kita tidak bisa menoleransi ini lagi. Tragedi-tragedi ini harus diakhiri. Untuk mengakhirinya, kita harus berubah,” kata Obama, yang berjanji pada pekan mendatang berbicara dengan penegak hukum, ahli kesehatan jiwa, serta para orangtua dan pendidik mengenai upaya mencegah penembakan massal.

Namun, sebelum perubahan-perubahan itu terwujud, keluarga para korban akan berduka. Noah Pozner dan Jack Pinto, yang sama-sama berusia 6 tahun, akan dimakamkan Senin siang.

Noah yang selalu ingin tahu baru berulang tahun keenam bulan lalu, dan Jack tak bisa lagi bergulat, olahraga yang ditekuninya. Dua puluh anak yang tewas berusia 6 tahun dan 7 tahun. Kepala sekolah, psikolog sekolah, dan empat guru juga tewas.

Begitu mudanya sebagian besar korban membuat debat apakah undang-undang pengawasan senjata api yang lebih ketat bisa mencegah tragedi serupa di masa depan menjadi emosional.

Beberapa anggota DPR AS dari Partai Demokrat dan Senator Joe Lieberman dari golongan independen mengatakan, sudah saatnya memperdebatkan pengawasan senjata. Senator Dianne Feinstein dari Partai Demokrat berjanji akan mengajukan RUU pelarangan senjata serbu pada hari pertama sidang Kongres, 3 Januari mendatang.

Penyidik menemukan bahwa pelaku pembantaian, Adam Lanza, membawa ratusan peluru sehingga diperkirakan lebih banyak korban bisa jatuh seandainya tak ada tindakan kepahlawanan staf SD tersebut.

Seorang karyawan menyalakan interkom sekolah sehingga orang-orang di gedung sekolah itu menyadari ada bahaya. Seorang petugas lain berlarian memberi tahu adanya bahaya. Seorang karyawan tata usaha memimpin 18 anak merangkak ke tempat aman. Seorang guru menyembunyikan 15 muridnya di sebuah WC kecil.

Setelah Lanza mendobrak masuk sekolah dan mulai melepas tembakan, psikolog sekolah, Mary Sherlach, dan kepala sekolah, Dawn Hochsprung, berlari ke arahnya. Kepala sekolah bertubuh mungil itu tewas saat menyergap pria bersenjata itu.

Suami Dawn, George, awalnya merasa marah karena tindakan istrinya itu. ”Dia bisa menghindari itu.... Saya tahu dia tidak akan (menghindari itu).” Karena itu, dia tidak lagi marah. ”Saya hanya sangat sedih,” katanya.

Pada misa di Gereja Saint Rosa of Lima di Newtown, Minggu, seorang anak, Jennifer Waters (6), bertanya kepada ibunya, ”Apakah anak-anak itu sekarang bersama para malaikat?” (AP/AFP/Reuters/DI)

Berita lainnya dapat dibaca di :Pembantaian Siswa SD di AS

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com