Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malnutrisi Perkara Dunia

Kompas.com - 20/11/2012, 20:03 WIB
Josephus Primus

Penulis

KOMPAS.com - Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menorehkan catatan tersendiri tentang Indonesia. Terhitung dari jumlah penduduk yang mencapai angka 235 juta, ternyata, Indonesia menduduki posisi lima terbesar dari populasi dunia dengan jumlah anak kekurangan gizi.

Catatan paling anyar dari Kementerian Kesehatan Indonesia pun menunjukkan ada 900.000 jiwa anak balita menderita kekurangan gizi pada 2012. "Gizi buruk memang menjadi masalah di Indonesia," kata Presiden Direktur PT LG Electronics Indonesia (LGEIN) Kim Weon Dae pada Selasa (20/11/2012) di sela-sela peluncuran program sosial bertajuk LG Nutri Fridge di Jakarta.

Menurut Weon Dae kemudian, pihaknya berinisiastif menghelat program tersebut lantaran catatan-catatan tersebut. Program ini, dari sisi donasi adalah pemberian persediaan bahan makanan selama enam bulan penuh kepada tiga panti asuhan terpilih di Jakarta dan sekitarnya. Pihak LGEIN menyebutkan panti-panti asuhan tersebut adalah Permata Hati, Murni Jaya, dan Samuel. "Sementara, dari sisi edukasi, kami memanfaatkan media digital seperti situs jejaring sosial Facebook," katanya yang dalam kesempatan itu didampingi oleh Direktur Pemasaran LGEIN Eric Setiadi.

Lebih lanjut, di dunia maya, imbuh Eric, program ini berlangsung selama 2 bulan terhitung sejak 27 Agustus 2012 hingga 28 Oktober 2012. "Kami mengajak masyarakat menyebarkan pentingnya gizi dengan mengakses situs jejaring sosial kami," kata Eric.

Sementara, untuk menjaga agar bahan makanan tetap segar, lanjut Eric, pihaknya menyumbang lemari es berfitur kesehatan LG Green Health Plus GN-M702GPH. Lemari es ini digadang-gadang mampu mengeliminasi kuman pada makanan di dalamnya dengan tingkat efektivitas 99 persen.

Namun demikian, baik Kim Weon Dae dan Eric Setiadi mengatakan kalau program lokal ini baru pada taraf dibagikan kepada sesama perusahaan di mancanegara. Menurut keduanya, program ini belum menjadi program global karena ada berbagai evaluasi yang mesti dilewati. "Program ini juga mesti disesuaikan dengan kebutuhan negara-negara bersangkutan," demikian Eric Setiadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com