Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berebut Wilayah demi Isi Perut

Kompas.com - 05/10/2012, 08:42 WIB
Oleh: Suhartono


SELAIN sebagai jalur pelayaran internasional yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia, kawasan perairan Laut China Timur hingga Laut China Selatan dikenal memiliki potensi dan kekayaan sumber daya alam kelautan dan perikanan sebagai asupan protein penduduknya.

Meski China dan Jepang tak pernah merujuk pada masalah sumber daya perikanan, Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria menilai sebaliknya. ”Memang ada soal sejarah dan harga diri bangsa. Kepemilikan kepulauan tersebut implikasinya kepada garis batas teritorial yang di dalamnya ada penguasaan sumber daya perikanan di kawasan tersebut,” kata Arif, Rabu (3/10).

Bahkan, menurut Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia itu, China adalah produsen ikan nomor satu dunia. ”Mereka ingin menjadi raja baru di laut,” lanjut Arif.

Laut China Selatan, termasuk kawasan Laut China Timur, merupakan salah satu dari 10 lautan di dunia yang terluas. Laut China Selatan atau dikenal dengan Laut Kuning memiliki luas hampir 3 juta kilometer persegi dengan lebih dari 200 pulau dan gugusan kepulauan karang.

Lautan dalam yang terletak di selatan China dan dikelilingi oleh sejumlah negara—seperti Vietnam, Kamboja, Brunei, Filipina, Malaysia, dan Indonesia—itu kaya dengan berbagai jenis ikan, udang, tiram, remis, rumput laut, dan biota laut lain.

Sementara di Laut China Timur yang diperebutkan antara Jepang dan China adalah Kepulauan Senkaku. Di Laut China Selatan yang dipersoalkan sejumlah negara antara lain adalah Kepulauan Spratly dan Paracel. Komposisi negara yang mengklaim bisa berbeda, tetapi semuanya berkaitan dengan pihak China.

Lepas dari latar belakang klaim China—apakah terkait dengan persoalan penangkapan ikan atau tidak—yang jelas konsumsi ikan di China memang tidak main-main. Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) yang dikeluarkan di Roma, Italia, tahun 2012, produksi perikanan tangkap China tahun 2010 mencapai 14,8 juta ton dan budidayanya 32,7 juta ton atau 62,3 persen dari produksi perikanan dan budidaya dunia. Padahal, konsumsi ikannya mencapai 42,8 juta ton atau 81 persen dari perikanan dan budidaya.

Kepentingan Indonesia

Seperti juga negara lain yang telah meratifikasi zona ekonomi eksklusif (ZEE), Indonesia banyak memanfaatkan potensi perikanan di Laut China Selatan, terutama di sekitar perairan Kepulauan Natuna. Menurut Arif, potensi perikanan yang bisa ditangkap nelayan Indonesia di kawasan Laut China Selatan tercatat 1 juta ton atau sekitar seperenam dari total potensi nasional.

Arif menyatakan, dampak dari sengketa teritorial antara Jepang dan China tersebut tidak terlalu besar dan langsung bagi Indonesia, terutama pelaku usaha Indonesia. ”Karena banyak pelaku usaha perikanan di sana, meskipun izinnya dipegang pengusaha kita, kapal dan peralatannya milik asing. Hasilnya tak terdata di kita karena langsung diangkut ke luar. Nelayan kita mana mampu mengambil ikan di laut dalam tanpa peralatan yang memadai,” tutur Arif.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia Bambang Suboko. ”Pulau Senkaku terletak di Laut China Timur dan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) kita di Laut China Selatan. Jadi, agak jauh,” katanya.

Dampak baru bisa dirasakan, lanjut Bambang, jika terjadi perang terbuka antara Jepang dan China. ”Namun, kecil kemungkinan hal itu terjadi,” ujar Bambang.

Adanya pengaruh akibat sengketa teritorial di kawasan tersebut justru dinyatakan oleh Sekretaris Jenderal Keadilan Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), sebuah lembaga swadaya masyarakat khusus perikanan, Riza Damanik.

”Mau tidak mau, sengketa itu akan mengganggu potensi sumber daya perikanan di Laut China Selatan. Misalnya, adanya larangan memancing yang dikeluarkan Pemerintah China akan berdampak pada nelayan sehingga mereka kehilangan mata pencaharian,” ujarnya.

Taiwan sebenarnya tidak tersangkut sengketa teritorial tersebut, tetapi nelayan Taiwan terkena imbasnya dengan larangan memancing di kawasan tersebut. Pemerintah China beberapa bulan lalu sudah melarang kapal-kapal usaha perikanan dan nelayan melaut di kawasan Laut China Selatan. Alasannya, tampaknya dicari-cari. Misalnya, untuk menjaga kesinambungan ekosistem kelautan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com