Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akar Dendam Panjang China kepada Jepang

Kompas.com - 20/09/2012, 08:12 WIB

SETIAP tanggal 18 September, masyarakat China memperingati Insiden Mukden, salah satu titik dalam sejarah yang membuat hubungan antara China dan Jepang terganjal hingga hari ini.

Insiden itu menandai masa-masa kelam dalam sejarah panjang China, yang harus ”takluk” berulang kali pada Kekaisaran Jepang di periode akhir abad ke-19 hingga akhir Perang Dunia II. Insiden Mukden menjadi tonggak sejarah penting ”penghinaan” Jepang terhadap China, di samping tragedi Pemerkosaan Nanking, Desember 1937.

Insiden, yang oleh surat kabar Jepang Yomiuri Shimbun tahun 2006 diakui sebagai dampak perilaku agresif kaum militan ultrakanan Jepang, tersbutmenjadi dasar agresi rezim fasis Jepang waktu itu. Agresi itu dilancarkan untuk mencaplok wilayah Dong Bei (secara harfiah bermakna timur laut) di kawasan Manchuria, China utara, yang kaya sumber daya alam, seperti batubara dan bijih besi.

Pada 18 September 1931, militer Jepang merekayasa peledakan jalur kereta api di dekat Mukden (sekarang Shenyang) dan kemudian menyebut peledakan itu sebagai perbuatan ”bandit-bandit China”. Jepang menganggap insiden itu membahayakan kepentingan ekonomi dan politik Jepang karena jalur kereta api itu dimiliki perusahaan Jepang.

Jepang pun segera mengirim bala tentara ke Manchuria yang disikapi pemerintahan nasionalis China di bawah Chiang Kai Shek dengan protes kepada Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Peringatan LBB agar Jepang menarik mundur tentaranya dari Manchuria tak diindahkan.

Agresi Manchuria itu menandai awal pendudukan Jepang atas China, yang diwarnai dengan perilaku agresif dan kejam tentara fasis Jepang. Salah satu catatan yang mengerikan adalah perlombaan memenggal penduduk China di antara dua letnan Jepang seusai pertempuran.

Puncak kekejaman Jepang di China adalah Pemerkosaan Nanking, 13 Desember 1937. Dalam bukunya, The Rape of Nanking, penulis dan sejarawan Iris Chang menyebutkan, sekitar 300.000 orang tewas dibunuh selama enam minggu ”pesta kekejian” militer Jepang.

Dalam Pengadilan Kejahatan Perang di Tokyo disebutkan, 42.000 orang dibunuh di dalam kota Nanking, ibu kota China waktu itu, dan 100.000 orang dibunuh di sekitar kota. Sebagian besar perempuan dewasa dan anak diperkosa, lalu dibunuh dengan dirusak organ seksualnya.

Perilaku agresif Jepang itu mengundang kecaman dunia, dari Amerika, Eropa, hingga Asia Tenggara, termasuk Hindia Belanda. Kartunis Herge dalam komik Tintin seri Lotus Biru menggambarkan rekayasa Jepang dalam Insiden Mukden tersebut. Penulis Amerika, Pearl S Buck, berulang kali menuliskan karya yang isinya simpati kepada China yang dibelah kolonial Eropa dan Jepang.

Dalam buku Memoir Ang Jang Goan, pendiri Rumah Sakit Jang Seng Ie (kini Rumah Sakit Husada, Jakarta), yang diterbitkan Yayasan Nation Building, diceritakan betapa Ang Jang Goan dan kawan-kawan di Palang Merah Jang Seng Ie mengumpulkan dana kemanusiaan untuk membantu China menghadapi agresi fasisme militer Jepang.

Sejarawan Didi Kwartanada mengatakan, sesudah Insiden Mukden, solidaritas warga Tionghoa dan Peranakan di Hindia- Belanda untuk melawan Jepang semakin kuat. Tahun 1937, Dokter Tjipto Mangunkusumo pun berulang kali mengecam fasisme Jepang yang menjadi bahaya di Pasifik.

Ingatan terhadap kekejaman dan kekejian fasisme Jepang tersebut terus terbawa hingga kini saat China telah memiliki kekuatan ekonomi dan militer besar. Itu sebabnya emosi masih mudah mendidih dalam setiap konflik dengan Jepang, seperti dalam sengketa Kepulauan Diaoyu atau Senkaku sepekan terakhir. (Iwan Santosa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com