Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ASEAN dan Sengketa Laut China Selatan

Kompas.com - 11/04/2012, 02:54 WIB

Oleh Rizal Sukma

Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, minggu lalu, berakhir dengan menyisakan satu persoalan rumit.

Negara-negara ASEAN belum berhasil menyatukan sikap mengenai bagaimana mengelola sengketa di Laut China Selatan yang belakangan ini kian panas. Proses pengelolaan sengketa yang melibatkan China dan empat negara ASEAN (Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei) itu kini memasuki tahapan penting dengan adanya rencana menyusun Code of Conduct (CoC) yang nantinya akan disepakati oleh semua negara anggota ASEAN dan China.

Namun, ASEAN belum menemukan titik pandang yang sama mengenai bagaimana perumusan CoC harus dilakukan. Negara-negara ASEAN terbelah dalam mendudukkan posisi dan peran China. Di satu pihak, sebagian negara ASEAN berpendapat bahwa China harus dilibatkan sejak awal dalam proses perumusan CoC. Sebagian anggota lain, khususnya Filipina dan Vietnam, bersikukuh ASEAN harus menyatukan posisi terlebih dulu sebelum menyodorkan draf CoC untuk dinegosiasikan dengan China.

Pihak China tampaknya berpandangan bahwa perumusan CoC tidak akan efektif tanpa melibatkan mereka sejak awal. Sikap ini mencerminkan posisi Beijing yang enggan merundingkan CoC setelah ASEAN memiliki posisi bersama mengenai masalah ini. Bagi China, keterlibatannya sejak awal dalam merumuskan CoC, terutama pada saat negara-negara ASEAN masih memiliki perbedaan pendapat, akan memberi keuntungan strategis dan taktis. Oleh karena itu, tidak mengherankan ketika Presiden Hu Jintao, dalam lawatannya ke Kamboja beberapa hari sebelum KTT Ke-20 ASEAN, meminta bantuan Kamboja agar ASEAN ”tidak terburu-buru” dalam menyelesaikan rancangan CoC.

Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai kapan China harus dilibatkan, ASEAN belum menyepakati mengenai fungsi dan elemen-elemen apa saja yang perlu dimasukkan ke dalam CoC.

Filipina masih bersikukuh bahwa harus ada kejelasan terlebih dahulu mengenai wilayah- wilayah mana yang disengketakan dan yang tidak. Sementara sebagian negara ASEAN lainnya berpendapat permintaan Filipina itu sulit dilakukan mengingat sengketa atas kedaulatan dan yurisdiksi di Laut China Selatan mustahil diselesaikan dalam waktu singkat. Oleh karena itu, CoC sebaiknya dirumuskan tidak untuk menyelesaikan sengketa teritorial, tetapi untuk merumuskan sebuah mekanisme yang dapat mendorong kerja sama, membangun sikap saling percaya, mencegah konflik dan mengelola krisis, serta menanggulangi insiden di laut.

Perburuk citra ASEAN

Negara-negara ASEAN perlu menyadari bahwa perbedaan yang berlarut-larut di antara mereka akan melemahkan posisi dan memperburuk citra ASEAN. Perbedaan pendapat mengenai bentuk dan waktu keterlibatan China dalam perumusan CoC telah melahirkan spekulasi mengenai besarnya pengaruh China dalam melanggengkan perbedaan pendapat di tubuh ASEAN.

Keputusan Kamboja, sebagai tuan rumah KTT Ke-20 ASEAN, untuk tidak memasukkan soal Laut China Selatan ke dalam agenda resmi KTT dilihat sebagai hasil dari pengaruh dan tekanan China terhadap negara itu. Dengan kata lain, apabila ASEAN tidak dapat menyatukan sikap sesegera mungkin, spekulasi yang mengatakan bahwa China berkemampuan dan berkepentingan untuk menekan ASEAN akan mendapat pembenaran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com