Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah "Minyak Bumi" Abad ke-21

Kompas.com - 16/03/2012, 11:26 WIB
Dahono Fitrianto

Penulis

Oleh Dahono Fitrianto

KOMPAS.com- Istilah logam tanah jarang kembali mengemuka akhir-akhir ini, setelah tiga kekuatan utama ekonomi dunia, yakni AS, Jepang, dan Uni Eropa bersama-sama menggugat China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Mereka menuduh keputusan China membatasi ekspor logam tanah jarangnya bertujuan memproteksi industri teknologi dalam negerinya, dan merupakan bentuk persaingan usaha tidak sehat.

Bukan kali ini saja China menggegerkan dunia dengan LTJ. Dalam salah satu krisis diplomatik terburuk antara China dan Jepang setelah Perang Dunia II tahun 2010, China mengeluarkan kartu truf yang mengagetkan sekaligus menyadarkan dunia.

Negara kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia itu ternyata memegang kunci masa depan dunia, yakni cadangan mineral langka yang dinamakan rare earths atau logam tanah jarang (LTJ).

China menguasai 97 persen pasar LTJ, mineral yang dibutuhkan untuk membuat berbagai benda berteknologi tinggi di dunia. Jepang, yang dikenal sebagai negara produsen benda-benda canggih, bergantung hampir 100 persen pada pasokan LTJ dari China.

Pada gilirannya, Amerika Serikat, yang mengandalkan pasokan komponen-komponen teknologi dari Jepang, juga menjadi bergantung pada China. Padahal, di antara benda-benda yang membutuhkan mineral itu adalah berbagai peralatan vital militer, mulai dari sonar kapal perang, alat pembidik meriam tank, hingga perangkat pelacak sasaran pada peluru kendali.

Menurut artikel di majalah The Economist edisi 17 September 2010, keberhasilan China menguasai pasar LTJ dunia adalah buah dari kebijakan visioner mantan pemimpin negara komunis itu, Deng Xiaoping. Lebih dari 30 tahun silam, pada dekade 1960-an, Deng mengatakan bahwa jika negara-negara Timur Tengah memiliki minyak bumi, China mempunyai LTJ.

Mineral langka itu diramalkan akan menjadi "minyak bumi" abad ke-21 karena arti pentingnya bagi dunia industri. Ramalan yang mulai terbukti benar.

Tahun 2009, permintaan pasar LTJ dunia mencapai 134.000 ton, sementara kapasitas produksinya baru 124.000 ton. Tahun 2012 ini, kebutuhan dunia diperkirakan akan mencapai 180.000 ton.

China sendiri, yang permintaan industri dalam negerinya juga makin tinggi, sudah mulai mengurangi kuota ekspor LTJ-nya. Tahun lalu China sudah memotong jatah ekspor dari 50.000 ton menjadi hanya 30.000 ton. Juli lalu, pemerintah China memangkas lagi kuota ekspornya, sebuah langkah yang sempat diprotes Jepang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com