Jakarta, Kompas -
”Silakan diselidiki KPK. Kami tidak ada masalah,” kata Purnomo, Selasa (6/3). Ia merunut, pembelian enam pesawat Sukhoi dengan anggaran 470 juta dollar AS itu karena ada kebutuhan untuk membangun skuadron Sukhoi yang hingga kini hanya terdiri dari 10 pesawat. Dibandingkan dengan kontrak sebelumnya, tentunya ada perbedaan yang sebagian besar disebabkan oleh inflasi. Oleh karena itu, tidak benar jika perbedaan harga yang
Ia juga menolak perbandingan dengan negara lain karena rincian yang dibeli memang berbeda. Contohnya adalah keberadaan 12 mesin dan pelatihan pilot dan teknisi. ”Jangan hanya dapat masukan dari orang yang kecewa kemudian dimasukkan ke media,” kata Purnomo.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch, Imparsial, dan Wakil Ketua Komisi I DPR Tb Hasanuddin mensinyalir prosedur yang tidak benar dalam pembelian enam Sukhoi. Selain harga, salah satu hal yang paling dipertanyakan adalah terkait kehadiran rekanan swasta di antara transaksi yang melibatkan Kementerian Pertahanan dan Rosoboronexport (perwakilan Pemerintah Rusia).
Purnomo mengatakan, pihaknya tidak menunjuk rekanan siapa pun. Kalaupun ada, hal itu merupakan urusan Rosoboro-
Menurut Sekjen Kementerian Pertahanan Eris Herryanto, pengadaan Sukhoi berdasarkan kebutuhan TNI AU. Karena produsen Sukhoi adalah satu-satunya perusahaan dari Rusia, maka langsung berhubungan dengan Rosoboronexport. Pada rapat pertama, ujar Eris, antara yang ditawarkan Rosoboronexport dan kebutuhan TNI AU belum pas. Ia pun meminta agar perbedaan itu diselesaikan dulu. ”Kami langsung ke Rosoboronex-
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen Hartind Asrin juga membantah tudingan penggelembungan harga Sukhoi.
Namun, Direktur Program Imparsial Al Araf mengatakan, pembelian Sukhoi dengan kredit ekspor membuka celah masuknya calo (rekanan). Pemerintah Rusia sebetulnya telah menawarkan state credit dengan pembayaran lunak, tetapi justru hanya digunakan untuk membeli simulator Sukhoi.