Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkepala Macan Berbuntut Ular

Kompas.com - 18/02/2012, 10:14 WIB
Oleh: Rene L Pattiradjawane

Kunjungan Wakil Presiden RRC Xi Jinping ke AS pekan ini ibarat pepatah Tionghoa berbunyi ”hu tou she wei” (berkepala macan berbuntut ular). Kunjungannya dimulai dengan ”kepala macan” yang gegap gempita, tetapi berakhir seperti ”buntut ular” kecil tidak memberi makna luas terhadap persoalan mendasar China-AS dan masalah globalisasi.

Makna harfiah ini juga yang kita tangkap dalam ungkapan para diplomat Beijing yang mengatakan hubungan bilateral China-AS sebagai ”xinren chizi” atau ada defisit kepercayaan. Kunjungan Xi Jinping pun menjadi perjalanan nostalgia, soal perjalanan seorang aristokrat komunis China ke negara kapitalis AS yang dilakukannya tahun 1985.

Banyak harapan yang diletakkan di pundak Xi Jinping yang akan menjadi sekjen Partai Komunis China (PKC) pada kongres partai tahun ini, dan menjadi presiden pada tahun 2013. Kebesaran China dalam bidang politik, ekonomi, perdagangan, dan militer mencuatkan harapan agar kepemimpinan Xi Jinping mampu membentuk nilai-nilai global.

Sebagai sosok pemimpin China, Xi Jinping mencerminkan ketionghoaan yang sesungguhnya dalam wujud yang ada dalam gambaran kita tentang Tionghoa perantauan. Pragmatis, memiliki jaringan yang didukung kaum reformis China yang bersimpati kepada ayahnya yang mantan Wakil Perdana Menteri Xi Zhongxun. Dia memiliki kakak perempuan yang tinggal di Kanada, dan adik laki-laki yang tinggal di Hongkong, serta mantan istri yang tinggal di Inggris. Seorang anak perempuan Xi kuliah di Universitas Harvard, AS.

Mandarin komunis

Xi Jinping diharapkan mampu menyatukan berbagai perbedaan cara pandang, termasuk yang melihat China sebagai momok menakutkan. Walau masih dalam perdebatan, China pasti akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar dunia.

Kekuatan China ini mengkhawatirkan Timothy Garton Ash dari Hoover Institution, Univesitas Stanford. Karena untuk pertama kali dalam 200 tahun, pemilik kekuatan ekonomi ini adalah negara yang tidak demokratis. Untuk pertama kali dalam 500 tahun, kekuatan ekonomi global ini adalah negara non-Barat.

Kita belum melihat pernyataan Xi Jinping tentang berbagai persoalan skala global yang sangat berdampak pada hubungan Beijing-Washington dan jalannya globalisasi. Veto ganda China-Rusia atas persoalan Suriah, misalnya, tidak berupaya dijelaskan Xi Jinping secara gamblang.

Ada masalah nuklir Iran yang menjadi faktor destabilisasi bagi kawasan Timur Tengah yang mampu mendorong kenaikan harga minyak dunia. Ada krisis utang di zona euro yang bisa berkembang menjadi resesi yang menyeret dunia jika China tidak mampu menggelar cadangan devisa 3,2 triliun dollar AS. Soal ini, Xi Jinping tidak menyampaikan pandangan yang jelas.

Menjadi seorang Mandarin di negara komunis terbesar di dunia pun akan menjadi persoalan tersendiri buat Xi Jinping. Beban yang segera menyongsong adalah mengubah ekonomi berorientasi ekspor menuju ekonomi yang juga didorong sektor konsumsi domestik yang memiliki jumlah penduduk besar.

Dalam masa lima tahun ke depan, Xi Jinping harus menata ketegangan ekonomi dan sosial. Ini perlu demi meraih kesejahteraan bagi sebagian lagi penduduknya yang relatif masih miskin. China juga memiliki masalah utang dalam negeri yang besar, kesenjangan pembangunan desa-kota, dan persoalan yang tidak kunjung selesai seperti wilayah Xinjiang maupun Tibet. Hubungan yang kondusif dengan Washington serta lingkungan damai tatanan internasional menjadi salah satu prasyarat bagi kemajuan lanjutan China di masa datang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com