Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belanda Tarik Ulur Lepas Tanknya

Kompas.com - 03/02/2012, 08:32 WIB

DEN HAAG, KOMPAS.com — Pemerintah Belanda sudah kebelet ingin menjual alat utama sistem pertahanan (alutsista) tua mereka. Cuma, begitu ada negara yang bereaksi dan berniat membeli tank-tank, parlemen menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Begitu bunyi kalimat pembuka di harian De Pers, Rabu (01/02), seperti dikutip Radio Nederland, Kamis.

Debu dan pasir beterbangan di sekitar tank tempur Leopard A26. Demikian foto yang terlihat di brosur kementerian pertahanan. Kabinet Mark Rutte ingin menambah kas negara dari penjualan 119 tank tipe tersebut. Calon pembeli sudah bermunculan, tetapi perkaranya tidak sesederhana itu. Lihat saja kasus Indonesia. Perdebatan seru mengenai penjualan mencuat, baik di negara pemakan keju maupun di negara dengan 245 juta penduduk.

Parlemen Belanda ingin tahu apa rencana Indonesia, negara kepulauan yang memiliki ratusan hektar hutan, terhadap satu tank yang beratnya setara dengan lima puluh mobil Golfs Volkswagen. Lebih-lebih anggota parlemen khawatir dengan isu hak asasi manusia, misalnya dengan rakyat Papua. Akhir tahun lalu 12 orang tewas dan ratusan orang ditangkap ketika unjuk rasa di sana pecah.

Menurut organisasi hak-hak asasi manusia, ada demonstran yang bahkan harus mendekam 20 tahun di tahanan dengan dalih mengacu pada undang-undang lama warisan Belanda kolonial. Bagi Partai Sosialis (SP), Partai Buruh (PvdA), Partai Kiri Hijau (GroenLinks), dan Partai Kristen Sosial Konservatif (ChristenUnie), ini sudah cukup menjadi alasan untuk urung melepaskan tank Belanda ke Indonesia. Alasan Partai Kebebasan (PVV) lain lagi. Penduduknya yang 86 persen Muslim menjadi alasan keberatan bagi mereka.

Dipermalukan

Namun, ke mana rongsokan Belanda ini harus dijual, tulis De Pers. Selama bertahun-tahun, Belanda tidak pernah keberatan memasok tank ke Arab Saudi dan kendaraan lapis baja ke Mesir dan Bahrain, tetapi sekarang banyak anggota parlemen yang keberatan. Bahkan, untuk melepaskannya ke negara seperti Yaman dan Turkmenistan, mereka masih harus pikir-pikir dulu.

Ini tidak terlalu mengejutkan. Pada 14 Februari tahun lalu, Belanda sontak dipermalukan ketika tayangan televisi mengenai pemberontakan Musim Semi Arab memperlihatkan lewatnya kendaraan perang yang dicurigai mirip dengan alat perang tua Belanda.

Dalam tanggapan terhadap pertanyaan anggota parlemen dari GroenLinks, Arjan El Fassed, Menteri Luar Negri Uri Rosenthal akhirnya harus mengakui bahwa Belanda lebih dari sekali melepaskan surplus pertahanannya ke Bahrain. "Ini termasuk kendaraan lapis baja (panser) 35 M-113 dan 25 YPR," kata menteri dari Partai Liberal Konservatif (VVD) itu.

"Juga di Mesir, pada insiden Maspero bulan Oktober, di mana 27 korban tewas, banyak panser yang digunakan," kata anggota dewan Joël Voordewind dari ChristenUnie. "Besar kemungkinan panser-panser bekas kami juga ada di antaranya."

Belanda rupanya pemasok besar kendaraan lapis baja. Hanya ke Mesir saja, antara tahun 1996 dan 2006 sudah lebih dari seribu panser yang terjual. Bahrain dan Mesir bersama-sama menyumbang kas negara Belanda sejumlah 200 juta euro.

Sekarang Indonesia juga berani membayar jumlah yang sama untuk tank-tank Leopard A26. Jumlah yang sulit ditampik oleh Menteri Pertahanan Hans Hillen, padahal kementeriannya harus menghemat 1 miliar euro. Untuk jumlah setinggi ini, menteri dari CDA itu rela mengesampingkan sebentar "moralitasnya".

Anggota dewan Martijn van Dam asal PvdA, yang sebelumnya gagal menghentikan rencana pengiriman tank ke Mesir berkomentar: "Negara yang sudah jelas-jelas ingin membeli tank malah dilarang. Lihat, dong, negara-negara yang telah kita pasok sebelumnya, sebanyak apa demokrasi terjadi di sana?" Demikian De Pers.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com