Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Militer Coba Eliminasi Peran Kubu Islamis

Kompas.com - 10/12/2011, 05:27 WIB

Krisis politik di Mesir bakal memanas lagi. Konflik antara militer dan kubu islamis, khususnya Ikhwanul Muslimin, mengemuka lagi. Ini terkait dengan wewenang dewan konsultatif yang dibentuk Dewan Agung Militer, Kamis (8/12). Salah seorang anggota dewan, Mayjen Mukhtar Mulla, menegaskan, dewan yang beranggotakan 30 tokoh ikut menentukan penyusunan konstitusi baru Mesir.

Militer tampaknya merasa bersalah karena memberi lampu hijau bagi penyelenggaraan referendum pada Maret lalu. Referendum itu bertujuan menentukan peta proses politik di Mesir pasca-tumbangnya rezim Presiden Hosni Mubarak.

Salah satu isi referendum itu menguntungkan kubu islamis dan merugikan kubu liberalis. Disebutkan, parlemen hasil pemilu mendatang berhak membentuk dewan konstituante yang akan menyusun konstitusi baru.

Kini, militer berusaha dengan segala cara menutupi kesalahannya itu. Militer mencoba mengurangi peran parlemen mendatang dan memberi wewenang tambahan pada lembaga-lembaga lain, seperti dewan konsultatif dan pemerintah transisi dalam penyusunan konstitusi baru nanti.

Kamis lalu, Mukhtar Mullah menyatakan pula, konstitusi baru harus disahkan bersama oleh pemerintah transisi, dewan konsultatif dan parlemen, karena parlemen tidak mewakili segenap komponen masyarakat.

Penegasan Mukhtar Mullah itu membangkitkan amarah Ikhwanul Muslimin (IM) yang meraih suara mayoritas dalam pemilu parlemen tahap pertama pekan lalu. Partai Kebebasan dan Keadilan atau FJP (sayap politik IM) menarik dua wakil dari dewan konsultatif, yakni Ketua FJP Mohammad Mursi dan Deputi Sekjen FJP Osama Yassin. Salah seorang pimpinan FJP, Mohamed Baltagi, mengatakan, FJP menolak ikut dalam dewan konsultatif. Ini protes atas upaya militer mereduksi wewenang parlemen mendatang untuk kepentingan lembaga yang bukan pilihan rakyat.

Terus berkonflik

Demikianlah pihak militer Mesir selalu mencoba menciptakan konflik baru.

Sebelumnya, militer terlibat konflik dengan kubu islamis dan kubu liberalis soal dokumen Ali al-Silmi yang berisikan draf konstitusi baru. Dalam draf itu, militer diberi otoritas luas soal anggaran tanpa kontrol parlemen. Kubu islamis dan liberalis melakukan aksi unjuk rasa bersama di Alun-alun Tahrir pada 18 November lalu sebagai protes atas dokumen Al-Silmi itu. Aksi unjuk rasa tersebut berhasil menjatuhkan pemerintah transisi pimpinan PM Essam Sharaf dan sekaligus dokumen Al-Silmi. Di sini militer kalah melawan aksi unjuk rasa bersama kubu islamis dan liberalis.

Kemudian kubu liberalis pecah dengan kubu islamis. Kubu liberalis meminta militer turun dari kekuasaan segera dan agar pemilu dibatalkan. Kubu liberalis pun melakukan aksi protes pada hari Selasa, 22 November, untuk menuntut peralihan kekuasaan segera dari militer ke sipil. Tuntutan itu gagal.

Saat ini kubu islamis tidak turun ke jalan. Sikap militer saat itu sama dengan sikap kubu islamis, yakni menghendaki peralihan kekuasaan setelah pemilu parlemen dan presiden. Setelah mendapatkan kemauannya, militer kini berkhianat pada kubu islamis. (Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com