Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dicari, ASI untuk Bayi Saya"

Kompas.com - 08/12/2011, 10:09 WIB

AMSTERDAM, KOMPAS.com — "Dicari, ASI untuk bayi saya. Produksi ASI berkurang, kini saya kembali bekerja." Demikian salah satu posting di Facebook. "Bisnis" air susu ibu  lagi marak di internet. Jaringan penyedia ASI, bank ASI, tetapi juga perorangan berusaha menangani sebaik mungkin permintaan dan penawaran ASI di seluruh dunia.

Hanna Hoorenman, seorang ibu Belanda. Stok air susu ibu (ASI)-nya berlebihan. Ketika baru lahir, putrinya menolak ASI. Karena tetap berniat memberikan anaknya air susu ibu, Hanna mulai memerah ASI. Hasil perahannya sangat banyak.

"Produksi ASI lebih banyak daripada yang diperlukan bayi saya. Saya menyimpan semua hasil perahan di lemari es dengan harapan, anak saya, suatu saat nanti bisa mengonsumpsinya. Lemari es semakin penuh, tapi saya tidak mau membuang stok ASI. Ada semacam nilai emosional. Sayang sekali membuang ASI yang baru saja diperah."

Lewat internet, Hanna menemukan bahwa ia bisa menyumbang stok ASI-nya. Ia akhirnya memutuskan memberikan hasil perahan kepada Bank ASI Pusat Medis Universitas Amsterdam (VU), yang baru-baru ini didirikan. Bank mengumpulkan ASI donor untuk kemudian memberikannya kepada bayi-bayi yang lahir terlalu dini atau prematur dengan berat badan lahir rendah. Produksi ASI dari ibu mereka biasanya belum memadai.

Pendonor menyumbang ASI secara sukarela dan tidak memperoleh ganti rugi. Hanna memilih rumah sakit akademis VU karena lembaga ini juga melakukan penelitian soal ASI. Willemijn Corpeleijn, dokter dan peneliti pada Bank ASI, berkata, "Kami tahu ASI sangat baik bagi bayi prematur. ASI donor dipasturisasi dan dibekukan. Kami ingin meneliti apakah, setelah dicairkan, masih tetap punya kelebihan dibandingkan susu formula."

Risiko

Hanna tidak bisa menyumbang begitu saja hasil ASI-nya kepada VU. Ia terlebih dahulu harus menjalani uji medis. Selain itu, Hanna juga harus bersedia mensterilisasi pompa ASI setiap seusai pakai. Ini sangat penting, kata dokter Corpeleijn. "Susu, sama seperti darah, bisa menyebarkan pelbagai penyakit, misalnya HIV, virus penyebab AIDS. Harus bisa dipastikan susu donor tidak mengandung penyakit menular."

Itu salah satu alasan mengapa Hanna tidak mau menyumbang ASI lewat situs Facebook "Human milk 4 Human Babies Global Network". Inisiatif perorangan ini didirikan di Amerika Serikat, tetapi kini telah aktif di 52 negara. Jaringan menggabungkan pihak yang memerlukan ASI dan pendonor, yang tinggal tidak berjauhan. Hanna Hoorenman tidak menyukai inisiatif ini karena pihak pendonor tidak menjalani uji medis.

Di negara-negara non-Barat, pertukaran ASI sudah menjadi hal lumrah. Di sana, seorang ibu sudah terbiasa menyusui anak saudara atau teman, jika ibu si anak bersangkutan sakit atau produksi ASI-nya tidak cukup.

Organisasi anak Unicef bahkan mendorongnya. Menurut Mark Wijne dari Unicef, di Afrika Selatan, orang sudah biasa menyusui anak lain. "Kegiatan ini memang berkurang akibat wabah AIDS. Unicef berusaha menjelaskan kepada para ibu, pemberian ASI lebih baik, juga jika mengidap HIV positif. Risiko seorang bayi terkena infeksi jika si ibu memberinya susu formula lebih besar daripada risiko si ibu menularkan anaknya dengan HIV jika memberinya ASI."

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com