Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Harus Jelaskan Pergeseran Patok di Camar Bulan

Kompas.com - 10/10/2011, 11:58 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat hukum internasional, Hikmahanto Juwana, mengatakan, pemerintah harus memverifikasi temuan Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin terkait pergeseran patok di wilayah perbatasan RI dengan Malaysia di Camar Bulan, Kalimantan Barat. Hikmahanto berpandangan, hal tersebut perlu dilakukan dengan mengonfirmasi peta dan kesepakatan Indonesia-Malaysia terkait perbatasan darat di wilayah tersebut.

"Jika benar patok tersebut bergeser, perlu dinotifikasi Pemerintah Malaysia agar patok dipindahkan ke posisi semula. Pemrintah sendiri bisa melakukan hal tersebut setelah memberi tahu kepada Pemerintah Malaysia agar tidak memunculkan kehebohan hubungan kedua negara," ujar Hikmahanto kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (11/10/11).

Berdasarkan hasil kunjungan Komisi I, TB Hasanuddin mengungkapkan, ditemukan fakta Malaysia telah mencaplok wilayah RI di Kalimantan Barat. Data yang terungkap, terjadi di wilayah Camar Bulan. Wilayah RI hilang 1.400 hektar dan di Tanjung Datu pantai RI hilang 80.000 meter persegi.

Menurut Hikmahanto, pemerintah perlu melakukan penyelidikan mengapa patok tersebut bergeser. Ia mengatakan, perlu diketahui apakah pergeseran tersebut ada intensi tidak baik dari Pemerintah Malaysia, atau justru digeser oleh warga Indonesia di perbatasan yang lebih senang jika tanah mereka masuk wilayah Malaysia.

"Jika berdasarkan penyelidikan ternyata intensi tidak baik pergeseran itu berasal dari Pemerintah Malaysia, Indonesia perlu melakukan protes keras. Namun, kalau ternyata bergesernya patok karena ulah masyarakat setempat, pemerintah harus introspeksi karena telah abai atas kesejahteraan warga di perbatasan sehingga mereka merasa lebih senang jika wilayahnya masuk Malaysia," kata Hikmahanto.

Lebih lanjut, menurut dia, pemerintah juga harus menerjunkan TNI untuk terus menjaga kedaulatan di perbatasan. Selain itu, hal lain yang perlu dilakukan adalah pemetaan dari udara dan satelit, yang dilakukan dari waktu ke waktu sehingga pemerintah memiliki dokumentasi atas wilayah kedaulatan.

"Dan, kalau bergesernya patok karena ulah oknum yang mendapatkan keuntungan finansial dengan digesernya patok kedaulatan tersebut, oknum itu harus diproses hukum karena dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada ketentuan yang memidana orang yang menggeser patok perbatasan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com