Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iran: Pendeta Divonis Mati karena Perkosa

Kompas.com - 01/10/2011, 16:26 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com - Pendeta Youcef Nadarkhani akan dihukum mati karena sejumlah kasus pemerkosaan dan pemerasan, lapor kantor berita semi-resmi Iran, Fars News, Jumat (30/9/2011). Tuduhan terbaru itu jauh berbeda dari vonis pengadilan sebelumnya yang menyatakan, Nadarkhani akan dihukum mati karena ia murtad.

Gholomali Rezvani, wakil gubernur Provinsi Gilan, tempat Nadarkhani diadili dan dihukum, menuduh media Barat telah memelintir kisah sesungguhnya. Ia menyebut Nadarkhani sebagai "pemerkosa". Sebuah laporan sebelumnya dari kantor berita itu menyatakan, pendeta tersebut telah melakukan sejumlah kejahatan, termasuk pemerkosaan berulang kali dan pemerasan. "Kejahatan dia bukan, sebagaimana sejumlah klaim, mengajak orang lain jadi Kristen," kata Rezvani kepada Fars. "Dia bersalah karena kejahatan yang terkait dengan keamanan."

Namun, dalam sebuah terjemahan putusan Mahkamah Agung Iran tahun 2010, tuduhan tentang kemurtadan merupakan satu-satunya tuduhan yang dikenakan terhadap Nadarkhani. "Youcef Nadarkhani, putra dari Byrom, usia 32 tahun, menikah, lahir di Rasht di negara bagian Gilan, dihukum karena meninggalkan Islam, agama terbesar yang disiarkan Muhammad, pada usia 19," bunyi putusan itu sebagai dikutip CNN, Sabtu.

CNN mendapat salinan putusan tersebut dari American Center for Law and Justice dan diterjemahkan dari teks aslinya dalam bahasa Persia oleh Konfederasi Mahasiswa Iran di Washington. Putusan itu selanjutnya mengatakan bahwa selama sidang pengadilan, Nadarkhani menyangkal Muhammad dan otoritas Islam. "Dia (Nadarkhani) telah menyatakan bahwa ia seorang Kristen dan bukan lagi Muslim," kata putusan itu. "Dalam banyak sesi di pengadilan dengan kehadiran pengacaranya dan hakim, ia telah dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung sesuai pasal 8 Tahrir- Olvasileh"

Rezvani menegaskan eksekusi terhadap Nadarkhani "tidak dalam waktu dekat" dan belum sesuatu yang final.  Mohammadali Dadkhah, pengacara pendeta itu, ketika menanggapi berita Fars itu melalui seorang penerjemah mengatakan, ia tidak percaya Nadarkhani akan dihukum mati. "Kasus ini masih dalam proses," kata Dadkhah. "Masih ada peluang 95 persen bahwa ia tidak akan dihukum mati. Ya, saya masih percaya itu."

Nadarkhani, pemimpin sebuah jaringan gereja di Iran, pertama kali dihukum karena murtad, pindah agama dari Islam ke Kristen, pada November 2010. Ia lalu mengajukan banding atas putusan itu hingga ke Mahkamah Agung Iran. Setelah empat hari sidang banding yang dimulai hari Minggu di pengadilan tingkat rendah di Provinsi Gilan, Nadarkhani menolak untuk meninggalkan agama barunya.

Rezvani bersikeras bahwa "kejahatan Nadarkhani dan hukuman mati atasnya tidak ada hubungannya dengan keyakinannya. "Tidak ada orang yang dieksekusi di Iran hanya karena pilihan agama mereka," tambahnya. "Dia seorang Zionis dan telah melakukan kejahatan yang berhubungan dengan keamanan."

Ancaman eksekusi terhadap Nadarkhani, berdasarkan sebuah asumsi bahwa itu terkait dengan kepercayaannya sebagai seorang Kristen, telah memunculkan respon dari pejabat tinggi  pemerintah AS. Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, Jumat, merilis sebuah pernyataan yang mengatakan, AS berada bersama "semua orang Iran dalam melawan pernyataan dan tindakan munafik pemerintah Iran." Gedung Putih juga mengeluarkan sebuah pernyataan pada Kamis, yang menyatakan, Nadarkhani "tidak melakukan apa pun selain mempertahankan imannya, yang merupakan hak universal semua orang."

Leonard Leo, ketua Komisi AS tentang Kebebasan Beragama Internasional, mengatakan, pengadilan tentang kemurtadan di Iran jarang terjadi. Menurut dia, kasus itu, jika benar, merupakan pengadilan kemurtadan pertama sejak 1990.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com