Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tergiur "Terapi Sel Punca" di China

Kompas.com - 23/09/2011, 02:28 WIB

Hong Chun (27), manajer hotel di China, mendapat harapan baru untuk sembuh dari serangan stroke ringan setelah membaca iklan ”terapi sel punca (stem cell therapy)” di sebuah rumah sakit besar di Shanghai. Tanpa pikir panjang, ia langsung mendaftar untuk terapi tersebut.

Di RS itu, dokter menyuntikkan apa yang disebut sel punca donor ke dalam sumsum tulang belakang dan bagian pantatnya. Keesokan harinya, ia langsung diperbolehkan pulang.

Namun, alih-alih merasa lebih sehat, Hong justru mengeluh sakit yang luar biasa sehingga terpaksa turun dari kereta api dan dilarikan ke RS lain. Dokter tak bisa berbuat banyak dan menyatakan Hong telah mengalami mati batang otak. Ia pun meninggal dunia sebulan kemudian.

Kisah Hong, yang didapatkan kantor berita Reuters dari ayah dan saudara sepupunya, hanyalah satu contoh dari sekian banyak kasus pasien yang tak sembuh, bahkan meninggal dunia, setelah menjalani ”terapi sel punca” di China.

Mereka adalah para penderita penyakit yang belum ditemukan obatnya, dan di tengah keputusasaan mencari kesembuhan, mereka rela menjalani terapi yang belum terbukti secara ilmiah dan paling jauh masih dalam tahap eksperimen.

Beberapa kasus terjadi di rumah sakit besar yang dipercaya masyarakat di China. Pasien tertarik dengan iklan yang mereka pasang di internet, dan rela membayar biaya pengobatan hingga ribuan dollar AS. Beberapa RS bahkan mematok biaya hingga 20.000 dollar AS (Rp 184,2 juta) atau lebih.

Hong, misalnya, telah membayar 30.000 yuan (sekitar Rp 43 juta) kepada RS Tentara Pembebasan Rakyat 455 di Shanghai untuk menjalani terapi itu tahun lalu. RS ini adalah RS milik angkatan bersenjata China.

Setelah Hong meninggal dunia, ayahnya, Hong Gensho, mendatangi RS itu untuk meminta penjelasan. Namun, pihak administrasi RS hanya mengatakan Hong tidak meninggal di RS tersebut, memberi uang 80.000 yuan kepada Gensho, dan menyuruh dia untuk tak mengungkit-ungkit masalah ini lagi.

”Saya sangat sedih, seolah-olah anak saya cuma berharga 80.000 yuan. Ini bukan masalah uang. Hak asasi kami, posisi kami di masyarakat, tak dihormati. Saya tak akan bisa mendapatkan anak saya kembali, tetapi orang harus tahu soal terapi sel punca ini dan jangan sampai ada yang tertipu,” kata Gensho.

Para pakar kesehatan telah memperingatkan maraknya praktik ”terapi sel punca”, yang diklaim bisa menyembuhkan berbagai penyakit serius di negara-negara seperti China, Meksiko, India, Turki, dan Rusia. Terapi itu disinyalir belum menjalani uji klinis dan belum menjadi standar perawatan penyakit tersebut.

Dr David Resnik dari US National Institute of Environmental Health Sciences dan Zubin Master dari University of Alberta di Kanada menyebut tawaran terapi itu sebagai ”wisata sel punca”. ”Wisata sel punca ini secara etika problematik karena pasien menerima terapi yang belum terbukti (secara ilmiah) dari sumber-sumber yang tak bisa dipercaya,” kata Resnik dan Master dalam makalah mereka di jurnal Organisasi Biologi Molekuler Eropa.

Disebut wisata karena tawaran terapi ini menarik minat para pasien dari luar negeri. Di Irlandia, banyak pasien tak menunjukkan tanda-tanda membaik setelah jauh-jauh menjalani terapi ini di luar negeri. Stephen Sullivan, ilmuwan kepala di Yayasan Sel Punca Irlandia, meminta masyarakat mewaspadai tanda-tanda penipuan dalam iklan terapi, seperti permintaan uang muka dalam jumlah besar, jaminan terapi itu tanpa risiko, dan tidak adanya tawaran pascaterapi. (Reuters/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com