Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jeffrey Ingin Bongkar Kejahatan Belanda

Kompas.com - 22/09/2011, 05:50 WIB

Jeffrey Marcel Pondaag lahir di Jakarta dari ibu berdarah Makassar dan ayah Manado. Dia pergi ke Belanda tahun 1969 atas panggilan kakek-nenek berdarah campuran dan menetap di Heemskerk. Di sana dia mengambil sekolah montir mobil, dilanjutkan dengan pendidikan operator proses mesin.

Setelah itu, dia bekerja di pabrik baja Hoch Ovens (1985-2004) yang sudah diambil alih Grup Tata. Kemudian, dia pindah kerja ke ENCI yang memproduksi semen Tiga Roda. ”Saya ini cuma kuli,” tutur Jeffrey merendah. Dialah yang berada di balik perjuangan, yang membuat Pemerintah Belanda harus memberikan kompensasi kepada keluarga korban Rawagede, merujuk pada kematian sejumlah orang karena kejahatan tentara Belanda di masa lalu.

”Bagi saya, jasa Liesbeth Zegveld itu luar biasa. Pemerintah RI mesti memberi dia bintang jasa,” tandas Jeffrey soal pengacara andal yang mendukung perjuangannya. ”Bintang jasa seharusnya bukan diberikan kepada Johannes Cornelis ’Hans’ van Baalen, tokoh partai VVD yang sama sekali tidak mau Belanda meminta maaf kepada Indonesia, bahkan menuduh RMS dan OPM ilegal. Namun, dia diberi bintang Maha Putra Utama oleh Fanny Habibie (mantan Dubes RI untuk Belanda).”

Pemerintah Indonesia tak mau mendukung secara terbuka upaya Komite Utang Kehormatan Belanda (Comite Nederlandse Ereschulden/KUKB) ataupun berkomentar terhadap keberhasilan gugatan para janda korban Rawagede terhadap Pemerintah Belanda. Menurut ahli sejarah kejahatan perang, Stef Scagliola, Pemerintah Indonesia tak pernah mengutik-utik kejahatan perang Belanda guna menutupi kejahatan di negeri sendiri.

”Rawagede itu sebenarnya hanya puncak gunung es atas kejahatan Belanda di Indonesia,” ujar Jeffrey. ”Semua unsur Belanda, termasuk entitas Koninklijke (milik Kerajaan), berperan dalam pengisapan kekayaan alam Indonesia.” Jeffrey mengapresiasi jasa anggota KUKB di Indonesia, Irwan Lubis, Rudi Arifin, dan Ray Sahetapy, berkat kerja sama yang baik. Upaya mereka turut membuat KBRI di Den Haag menyediakan penginapan bagi para janda korban Rawagede untuk memberi kesaksian. Namun, saat vonis dijatuhkan, wakil KBRI tak hadir.

”Malaikat penolong”

Yayasan KUKB tidak punya uang saat memperjuangkan kasus Rawagede. Namun, ada Petra Munneke dan Casper E Koning, yang menyumbang dana sebesar 5.500 euro (sekitar Rp 66 juta). ”Ada saja malaikat penolong,” demikian Jeffrey, yang tetap cinta Tanah Air. Dia menikah dengan warga Belanda dan punya dua anak dengan status warga negara Indonesia.

Keputusan hakim pun dikeluarkan pada 14 September lalu soal ganti rugi kepada korban Rawagede. Soal berapa dan bagaimana ganti rugi dialokasikan bagi para janda korban Rawagede masih belum jelas. Ada tiga bulan tenggang waktu bagi Pemerintah Belanda untuk menyatakan banding.

Jika tidak ada banding, bulan Desember Liesbeth Zegveld akan datang ke Rawagede bersama tim KUKB guna menyaksikan langsung proses ganti rugi. ”Kalau dihitung mulai tahun 1947 sampai sekarang, sudah berapa jumlah kerugian materi dan moril dari keluarga yang kehilangan kepala keluarga, anak, saudara, mata pencaharian, dan hal lain yang tidak bisa diukur dengan materi?” demikian Jeffrey.

”Saya mengusulkan ganti rugi 5 juta euro (sekitar Rp 60 miliar) tanpa syarat dan langsung diberikan kepada para korban,” kata Jeffrey yang meminta KUKB dilibatkan soal proses pencairan ganti rugi sebagai pihak yang sejak awal mengikuti perjalanan kasus.

Kini Jeffrey dan KUKB tengah mempersiapkan gugatan berikut, yakni peristiwa pembantaian Sulawesi Selatan oleh pasukan Raymond Westerling. Satu per satu tragedi akibat ulah militer Belanda di Indonesia menjelang kemerdekaan akan terungkap. Dia melihat banyak kejahatan Belanda, pemalsuan, dan pembelokan sejarah yang tak mau diakui Belanda. (Denny Sutoyo-Gerberding, Pembantu Kompas di Den Haag, Belanda)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com