Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Mundur karena "Keseleo Lidah"

Kompas.com - 13/09/2011, 07:27 WIB

SOAL menteri-menteri yang salah omong bukan hal baru di Jepang. Namun, harga yang mereka bayar bergantung pada bagaimana rentannya pemerintahan dan siapa yang mereka singgung. Menteri Perdagangan Yoshio Hachiro mengundurkan diri pada akhir pekan.

Hal ini terjadi setelah media memberitakan bahwa dia bergurau dengan para wartawan mengenai radiasi di PLTN Fukushima yang dilumpuhkan tsunami.

Hari Senin (12/9), Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda memilih seorang mantan jubir top pemerintah, Yukio Edano, sebagai menteri perdagangan yang baru untuk membatasi dampak pada kabinet barunya setelah Hachiro mundur.

Sebelum itu, ada menteri-menteri lain yang harus mundur karena salah omong, antara lain, menteri yang membuat marah para korban bom atom atau mereka yang menyangkal kesalahan masa perang Jepang.

”Mungkin (apakah seorang menteri harus mengundurkan diri) itu merupakan fungsi seberapa kekuatan kabinet pada saat itu, dan siapa yang tersinggung,” kata profesor Universitas Chuo, Steven Reed.

Pada mulanya, Hachiro tampaknya bisa mengatasi kritik setelah meminta maaf pada hari Jumat karena menyebut daerah yang ditinggalkan dekat PLTN Fukushima sebagai ”kota kematian”.

Namun, laporan media bahwa dia menggosokkan lengan bajunya pada seorang wartawan dan bergurau bahwa dia menyebarkan radiasi terbukti tak termaafkan bagi PM Yoshihiko Noda, yang dilantik pekan lalu dan menghadapi parlemen yang terpecah di mana partai-partai oposisi bisa merintangi RUU. Hari Sabtu, Hachiro mundur.

”Keputusan Hachiro erat hubungannya dengan fakta bahwa Noda takut akan jalan buntu di parlemen,” kata profesor Universitas Sophia, Koichiro Nakano. ”Salah omong itu sendiri bukan merupakan penyebab pengunduran diri, tetapi (menjadi demikian) karena bahaya perintangan oleh oposisi.”

Hachiro adalah menteri kedua dari Partai Demokrat Jepang (DPJ) yang berkuasa yang mengundurkan diri setelah pernyataan yang dipandang memburukkan para korban bencana 11 Maret, yang menyebabkan 20.000 orang tewas atau dianggap tewas karena tsunami dan memaksa sekitar 80.000 warga mengungsi dari daerah dekat PLTN Fukushima.

Seorang menteri rekonstruksi yang baru ditunjuk, Ryu Matsumoto, mundur dari kabinet PM waktu itu, Naoto Kan, pada bulan Juli setelah komentar yang dipandang kasar bagi warga wilayah-wilayah yang terkena bencana.

Komentar yang ofensif pada korban pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki juga menarik tindakan segera, seperti halnya upaya seorang menteri kehakiman tahun 1994 untuk menghapus agresi militer masa lalu Jepang.

Komentar yang menghina kaum perempuan bisa menimbulkan kritik keras. Namun, tidak menyebabkan menteri mundur. Hal itu, misalnya, menteri kesehatan waktu itu, Hakuo Yanagisawa, yang membuat berang banyak orang Jepang ketika dia menyebut perempuan ”mesin penghasil bayi” tahun 2007. Namun, dia bertahan setelah meminta maaf dan mengatakan dia telah diomeli istrinya.

Walau lama terbiasa dengan salah omong kaum politisi, para pemilih Jepang mungkin menjadi semakin kurang memaafkan komentar-komentar yang tampak mencerminkan tak hanya ketidakpekaan tetapi juga ketidakmampuan. ”Semakin lama semakin perlu untuk tampak punya kemampuan memerintah,” kata Reed, Guru Besar Universitas Chuo. (Reuters/DI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com