Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tengah Malam Jelang 13 Agustus 1961

Kompas.com - 16/08/2011, 06:25 WIB

SISA-SISA Tembok Berlin saat ini masih bisa terlihat di seputar Berlin, ibu kota Jerman. Sengaja dibiarkan untuk menjadi monumen sejarah sekaligus obyek wisata. Panjangnya juga mungkin tinggal beberapa puluh meter. Padahal, panjang tembok ini pada masanya mencapai 43 kilometer.

Setengah abad lalu, tepatnya hari Minggu, 13 Agustus 1961, warga Berlin pada pagi hari terkejut karena tak lagi bisa bergerak bebas. Warga di sisi Berlin Barat yang dikuasai pasukan Sekutu yang dimotori Amerika Serikat sontak tak bisa lagi ke Berlin Timur yang dikuasai Uni Soviet. Bahkan, mereka juga tak bisa lagi bepergian ke wilayah Jerman Timur.

Tengah malam, polisi dan unit tentara Jerman Timur bergerak simultan. Seluruh area perbatasan Berlin Barat dan Timur ditutup tanpa kompromi. Tentara dan pekerja juga mulai menggali jalan-jalan yang menghubungkan kedua bagian Berlin itu untuk bakal fondasi tembok. Mobil dan kendaraan tak lagi bisa lalu lalang dari dan ke kedua sisi Berlin. Bahkan, manusia penghuni Berlin dihentikan paksa.

Perintah membangun tembok ini datang dari Sekjen Partai Bersatu Sosialis yang juga Ketua Dewan Negara Jerman Timur, Walter Ulbricht. Akan tetapi, ide munculnya pembuatan Tembok Berlin dan pemecahan kedua Jerman ini diduga datang dari pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev. Bukan hanya tembok yang dibangun, melainkan juga didirikan pagar kawat di perbatasan Jerman Timur dan Jerman Barat sepanjang 156 kilometer.

Tembok pemisah (the Great Divide) ini menjadi pilihan karena sejak berakhirnya Perang Dunia II tahun 1945, tercatat lebih dari 3,5 juta warga dari wilayah Berlin Timur dan Jerman Timur menyeberang ke wilayah Berlin Barat dan Jerman Barat. Eksodus semakin massal sejak tahun 1950. Sebuah kerugian besar karena sebagian besar dari mereka itu adalah anak muda dan berpendidikan. Secara ekonomi, eksodus ini menimbulkan kerugian sebesar 7 miliar-9 miliar dollar AS.

Semula Tembok Berlin ini hanya berupa pagar kawat, tapi kemudian dibangun tembok setinggi hampir dua meter. Karena warga dari sisi barat masih bisa mengintip ke sisi timur, mulai 1975 dibangun tembok yang lebih canggih dan rampung tahun 1980. Tingginya sekitar 3,6 meter dan lebarnya ada yang mencapai 1,2 meter. Tembok tebal ini terutama yang membelah jalan raya, khawatir ada warga Timur menggunakan mobil untuk menabraknya dan lolos.

Tembok dengan biaya 3,6 juta dollar AS itu masih ditambah dengan tanah kosong sejauh 100 meter ke sisi wilayah Timur. Bangunan yang ada dihancurkan, dan penghuninya direlokasi. Tujuannya untuk mengawasi mereka yang mencoba melarikan diri melompati tembok.

Dengan 116 menara pengawas dan 20 bungker, tentara perbatasan Jerman Timur bisa mengawasi ketat setiap pergerakan. Tercatat sekitar 5.000 upaya menerobos Tembok Berlin dengan sekitar 200 orang di antaranya tewas.

Seiring perubahan politik yang drastis di Uni Soviet saat kepemimpinan Mikhail Gorbachev (1985-1991), Jerman Timur pun terkena imbas semangat glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi). Pada 9 November 1989, pengusaha Jerman Timur mulai mengizinkan warga kedua negara melintasi Tembok Berlin. Awal keruntuhan tembok yang digambarkan sangat mengubah wajah dunia.

Berakhirnya Tembok Berlin seiring dengan berakhirnya keberadaan Jerman Timur dan Berlin Timur. Nasib serupa yang sebelumnya juga dialami Uni Soviet. Bahkan, pada 3 Oktober 1990, dua wilayah Jerman yang terpisah oleh tembok dan pagar kawat tadi memilih bersatu kembali. Berlin kembali menjadi ibu kota Jerman, sama seperti sebelum Perang Dunia II. Tembok pemisah dalam arti apa pun memang tak pantas ada. (Pieter P Gero)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com