Tokyo, senin
Tiga koran besar di Jepang, yakni Nikkei, Mainichi Shimbun, dan Asahi Shimbun, menggelar jajak pendapat yang diumumkan hari Senin. Hampir 70 persen responden yang disurvei harian bisnis Nikkei menginginkan Kan segera diganti karena menganggap respons pemerintah terhadap bencana tidak memuaskan.
Masyarakat juga mengaku tidak puas dengan rencana program pengendalian krisis yang diumumkan Tokyo Electric Power Co (Tepco), perusahaan operator PLTN Fukushima Daiichi, sehari sebelumnya. Harian Mainichi Shimbun menganggap tidak ada yang konkret pada rencana tersebut. Sementara itu, Nikkei menyebut kerangka waktu pengendalian krisis nuklir tersebut tidak terlalu mempertimbangkan kepentingan penduduk di sekitar PLTN.
Di luar hasil jajak pendapat tersebut, Kan juga kembali menerima hujatan di parlemen. ”Anda harus menundukkan kepala untuk minta maaf. Anda jelas-jelas tak memiliki kepemimpinan sama sekali,” teriak Masashi Waki, anggota parlemen dari partai oposisi Partai Liberal Demokrat (LDP), kepada Kan dalam sesi sidang parlemen, Senin.
Seorang anggota parlemen lain menuding Kan tidak siap menangani bencana ini sejak awal. Ia mengutip pengakuan Kan sendiri bahwa ia tidak bisa mengingat secara detail latihan tanggap darurat bencana yang menyimulasikan kecelakaan nuklir seperti di PLTN Fukushima Daiichi, tahun lalu.
Kan hanya bisa membela diri dengan mengatakan, krisis dalam skala sebesar ini belum pernah terjadi di Jepang sebelumnya.
”Jepang sudah banyak mengalami krisis sebelum ini, tetapi saya yakin ini adalah krisis terbesar selama 65 tahun sejak Perang Dunia II berakhir. Mulai sekarang, kita tetap harus menjalankan strategi kita dalam dua hal,” tutur Kan, mengacu pada usaha pembangunan kembali wilayah yang terkena tsunami dan penyelesaian krisis nuklir di Fukushima.
Selain menghadapi kritik keras, Pemerintah Jepang juga menghadapi masalah bagaimana mendapatkan biaya untuk pembangunan kembali pada saat utang negara sudah dua kali lipat dari nilai produk domestik bruto senilai 5 triliun dollar AS. Pemerintah masih berusaha menghindari pilihan menerbitkan obligasi baru senilai 4 triliun yen (48 miliar dollar AS) sebagai dana darurat awal meski kelihatannya Jepang tak punya pilihan lain lagi dalam kondisi seperti ini.
Pihak oposisi di parlemen menentang usul Partai Demokrat Jepang (DPJ), yang berkuasa saat ini, untuk menaikkan pajak guna membiayai rekonstruksi Jepang itu. Namun, mayoritas responden jajak pendapat mendukung ide menaikkan pajak.