Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gempuran NATO Masih Lembek

Kompas.com - 12/04/2011, 19:46 WIB
KOMPAS.com — Meski sudah menyerang berkali-kali, gempuran NATO ke kelompok pendukung Moammar Khadafy terhitung masih lembek. Ini merupakan penilaian Perancis, sebagaimana pandangan Menteri Luar Negeri Alain Juppe.

Makanya, menurut Juppe, warga sipil Libya masih tetap berada dalam ancaman pasukan Pemerintah Libya. "NATO harus memainkan perannya secara penuh," kata Juppe sebagaimana warta AP dan AFP pada Selasa (12/4/2011).

Saat ini, pasukan pro-Khadafy berhasil mendesak pasukan oposisi meski pesawat-pesawat tempur NATO membantu dengan operasi pengeboman.

Amerika Serikat dan sekutunya memulai serangan udara pada 19 Maret lalu setelah Resolusi Dewan Keamanan PBB mengizinkan penggunaan segala cara untuk melindungi warga sipil dari pasukan Khadafy. Setelah sejumlah operasi awal digelar di bawah komando AS, kini NATO mengambil alih komando dari tangan Washington.

Meski operasi pengeboman terus dilakukan, ternyata banyak persenjataan berat milik pasukan Khadafy yang luput dari kehancuran. Persenjataan itu kemudian digunakan untuk menggempur kota-kota yang dikuasai oposisi, misalnya Misrata. "NATO harus memainkan perannya untuk mencegah pasukan Khadafy menggunakan persenjataan berat untuk menembaki warga sipil," kata Juppe.

Sementara itu, Khadafy dikabarkan telah menerima usulan Uni Afrika terkait gencatan senjata, bantuan kemanusiaan, dan dialog di antara kedua pihak. Namun, kelompok oposisi menolak proposal itu karena tidak memuat keharusan Khadafy turun dari jabatannya.

Salah satu putra Khadafy, Seif al-Islam, mengakui sudah saatnya Libya memiliki pemimpin baru. Namun, dia menyebut tuntutan agar ayahnya menyerahkan kekuasaannya sebagai tidak masuk akal. "Pemimpin Libya (Khadafy) tak ingin mengontrol semua hal sendiri. Dia sudah tua. Kami sangat ingin mengangkat elite pemuda sebagai pemimpin dan memegang tanggung jawab untuk urusan dalam negeri," kata Seif kepada stasiun TV Perancis, BFM.

"Kami membutuhkan 'darah' baru. Inilah yang kami butuhkan untuk masa depan. Namun, tuntutan agar sang pemimpin pergi, itu tidak masuk akal," kata Seif.

Sementara itu, di pusat pemerintahan oposisi Benghazi, pemimpin oposisi Mustafa Abdul Jalil mengatakan, inisiatif Uni Afrika itu tidak menunjukkan kemajuan apa pun. "Sejak hari pertama tuntutan kami adalah Khadafy dan seluruh rezimnya harus turun dari kekuasaan," kata Mustafa.

"Khadafy dan putra-putranya harus meninggalkan Libya jika ingin selamat. Semua inisiatif yang tidak mencantumkan tuntutan rakyat ini tidak akan kami akui," ujar Mustafa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com